Kita justru menemukan kebanyakan pejabat publik kita (di Maluku Utara) lebih senang menjauhi ‘masalah’ yang ada di daerahnya. Akibatnya, banyak agenda pembangunan daerah begitu terbengkalai. Banyak prestasi-prestasi yang diraih hanyalah kamuflase di atas laporan. Sementara kenyataannya, rakyat masih tertatih-tatih. Urusan pelayanan publik tidak terkelola secara profesional dan matang. Kadang merugikan daerah.

Ratusan milyar anggaran untuk kebutuhan publik, sama sekali tak memberi bekas bagi tumbuhnya pemberdayaan dan kemandirian masyarakat. Sebaliknya, dalam soal politik dan perebutan kuasa, politisi kita kerap lebih dermawan. Rela menghambur-hamburkan uang (tentu bukan milik pribadi) untuk kepentingannya.
Mungkin, saatnya kita harus menjadi penagih janji dan mendata bagaimana rekam jejak para elit. Mereka tengah berkuasa dan (mungkin) ingin berkuasa kembali, dan sama sekali tak memberikan peran signifikan selama ini bagi kepentingan masyarakat tak usah kita pilih lagi. Atau, pemegang jabatan publik, cukup hanya satu kali saja. Kesadaran ini penting untuk ditumbuhkan dari sekarang kepada masyarakat.

Mari jadi penagih janji yang ulet dan kuat kepada para calon kepala daerah, agar kita tidak termakan janji kesekian kalinya tanpa bukti. Wallahu’alam. (*)