Legal Officer PT WKM, Aryo Pramono, pelaksanaan sidang PS sudah berjalan dengan aman dan lancar. Semua titik-titik yang ditentukan para penggugat pun sudah ditetapkan pengadilan.

Pihaknya selaku tergugat I, kata dia, kini tinggal menunggu hasil pengukuran dari BPN Halmahera Timur terkait dengan titik-titik koordinat batas tanah objek sengketa yang ditunjukan para penggugat.

“Maka selanjutnya kita tinggal menunggu jadwal persidangan kembali hari Rabu (4/9) Insya Allah di pengadilan Tidore,” kata Aryo.

Aryo menyebutkan bahwa alas hak yang dipakai PT WKM adalah IUP, mulai dari pencadangan, eksplorasi, hingga operasi produksi. Alas hak yang dimaksudkannya itu sudah diserahkan ke majelis hakim.

“Jadi semuanya sudah kita sajikan di persidangan, sudah kita serahkan ke majelis hakim dan semua sudah sesuai dengan aslinya,” ujarnya.

Aryo menambahkan, para penggugat juga telah menyerahkan bukti-buktinya atas klaim objek sengketa tersebut ke persidangan, seperti surat-surat dari Kesultanan Tidore.

“Ada berapa surat itu saya juga lupa, kemudian ada Peraturan Wali Kota Tidore. Jadi perlu dipahami bahwa ini adalah Halmahera Timur bukan pemerintahan dari Kota Tidore,” cetusnya.

Ditanya respon PT WKM bila gugatan ini dimenangkan para penggugat, Aryo mengaku belum bisa menyikapinya dan pihaknya masih menunggu putusan pengadilan.

“Kalau terkait dengan pertanyaan seperti itu kami belum ada sikap apapun karena itu kewenangan dari manajemen pusat, kami di sini hanya melaksanakan di lapangan saja,” pungkasnya.

Kepala Desa Jikomoi, Ans Canu selaku tergugat IV dalam kesempatan itu mengatakan, setahunya status tanah 60 hektare yang diklaim milik kelompok masyarakat adat itu tidak jelas.

Dia mengatakan, objek sengketa yang dilakukan pengecekan bersama saat sidang PS itu memang wilayah Jikomoi. Tetapi menurutnya, bukti di lapangan tidak ada sama sekali tanaman kebun seperti pohon cengkih, pohon kelapa, pohon pala, dan tanaman bulanan.

“Itu jelas tidak ada, sehingga menurut saya bahwa laporan yang ada itu direkayasa, tidak jelas,” tegas Ans.

Ia pun mengaku tidak tahu alasan penggugat menjadikannya sebagai tergugat IV. Meski begitu, menurutnya kemungkinan gugatan ini dibuat 23 warga karena belum adanya pembayaran tali asih dari PT WKM sebelum beroperasi di tahun 2021. Belum adanya pembayaran tali asih itu baginya bukan kesalahan PT WKM melainkan kesalahan tiga desa, Waijoi, Jikomoi, dan Loleba perihal batas wilayah desa.

Imbas dari itu, PT WKM kata dia, terpaksa terlambat membayar tali asih dan baru dibayarkan tahap pertamanya pada sekitar bulan 6 atau 7 tahun 2024 ini.

“Mungkin itu karena keterlambatan pembayaran tali asih sehingga menurut saya kelompok itu bikin laporan (gugatan) ke pengadilan. Tetapi bukan kesalahan perusahaan itu,” jelas dia.