Halil menjelaskan, tanah Hale Kolano ini sudah sejak dahulu dikelola masyarakat secara turun-temurun sesuai yang dinobatkan oleh Sultan Tidore.
Hak ulayat kata dia, secara yuridis diatur pula dalam pasal 3 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria.
Selain itu, berdasarkan keputusan Sultan Tidore atau yang disebut Idin Kolano Nomor:26/IKT/III/2012 tanggal 30 Maret 2012 tentang standarisasi ganti rugi Hale Kolano.
“Kedudukan tanah adat dan hutan adat secara nasional telah dipertegas pula dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 35/PUU-X/2012 tanggal 26 Maret 2012 yang dalam putusannya menegaskan, bahwa hutan adat adalah hutan yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat,” jelas dia.
Tidak hanya itu, kata Halil, sebelumnya Sultan Tidore pun telah memperingatkan kepada para investor yang berinvestasi di wilayah Sultan Tidore, yakni termasuk tergugat I PT WKM melalui surat nomor: 09/KST/III/2021 tanggal 10 Maret 2021.
“Isi peringatan itu agar para investor harus berhati-hati dan harus saling menghargai masyarakat adat di sekitar tambang sehingga mereka tidak menjadi korban karena adanya investor,” timpalnya.
Halil bilang, adapun turut tergugat I dalam hal ini Kementerian ESDM juga dimohon segera mencabut IUP yang dikeluarkan tergugat II Gubernur Maluku Utara yang digunakan PT WKM untuk melakukan aktivitas penambangan di areal objek sengketa tanpa memikirkan hak-hak para penggugat, yang akibatnya merusak segala tanaman kebun, serta sangat merugikan kehidupan ekonomi masyarakat hukum adat.
Ia menambahkan, memang ada kesepakatan antara warga 3 desa, Waijoi, Jikomoi, dan Loleba dengan PT WKM melalui pertemuan yang dimediasi Pemerintah Kabupaten Halmahera Timur pada, 7 Oktober 2021, dan berujung dibuatnya berita acara yang menyepakati 2 poin.
Poin pertamanya kata Halil, sudah diselesaikan PT WKM berupa ganti rugi lahan seluas 7,8 hektare dengan dana kompensasi senilai Rp 75 juta.
Hanya saja, PT WKM tidak menyelesaikan kesepakatan pada poin kedua yakni ganti rugi tanah seluas 60 hektare milik para penggugat yang merupakan lahan di luar areal 7,8 hektare tersebut.
“Oleh karena itu perbuatan PT WKM ini patut dinilai sebagai perbuatan melawan hukum,” tegas dia.
Tinggalkan Balasan