Sekilas Info

Tuntutan JPU dan Putusan Hakim

Mahri Hasan. (Istimewa)

Oleh: Mahri Hasan

Direktur LBH Yuris

________
PENGADILAN Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Ternate telah selesai melakukan proses persidangan untuk empat terdakwa pertama kasus suap dalam tindak pidana korupsi yang ditangani KPK. Sejumlah pejabat dan pengusaha Maluku utara terlibat dalam perkara ini. Para terdakwa telah diputus bersalah beberapa waktu lalu (Tandaseru, Kamis 16 Mei 2024).

Para terdakwa dijatuhi pidana dengan putusan pemidanaan yang satu sama lain berbeda, baik dari jenis pidana penjara maupun pidana denda dan persoalan ini dianggap berkaitan langsung dengan surat tuntutan yang dibuat Jaksa Penuntut Umum atau JPU dan bermuara pada putusan pemidanaan dari hakim, yang satu sama lain berbeda dari aspek pencantuman berat-ringannya pidana. Hal tersebut kemudian memunculkan tanda tanya beberapa pihak. Maka penting bagi penulis mengurai hal ini.

Hakim tentunya mempunyai pandangan tersendiri terhadap setiap jenis putusan yang dijatuhkan, begitupun JPU dengan surat tuntutannya. Penulis berusaha mengurai hal di atas dengan beberapa ketentuan normatif yang menjadi dasar bekerjanya hakim dan JPU dan diakhiri dengan jalan keluar dari persoalan tersebut.

Pertama, kita mulai dengan kebebasan hakim dalam mengadili perkara ini. Para terdakwa semuanya didakwa berdasarkan Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 kemudian diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disingkat UU PTPK) jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Pada tuntutan JPU sebelumnya masing-masing terdakwa dituntut secara berbeda terutama pada jenis pidana penjaranya dan berbeda pula pada saat penjatuhan pidananya hal tersebut dapat dilihat sebagai berikut:

Daud Ismail dituntut 3 tahun penjara, putusan hakim pidana penjara 2 tahun 10 bulan. Kristian Wuisan dituntut 2 tahun dan 10 bulan, putusan hakim pidana penjara 2 tahun dan 5 bulan. Stevi Thomas dituntut 2 tahun dan 2 bulan penjara, putusan hakim 1 tahun dan 10 bulan penjara. Dan Adnan Hasanudin tuntutan pidana 2 tahun 2 bulan penjara, putusan hakim 2 tahun penjara.

Hakim dalam melaksanakan tugasnya didasarkan beberapa ketentuan normatif. Pertama, dalam Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasan Kehakiman tepatnya dalam ketentuan Pasal 3 ayat (1) dan (2), hakim dituntut agar tidak bisa diintervensi oleh siapapun baik secara fisik maupun psikis. Hal ini pun kembali ditegaskan dalam penjelasan UU tersebut. Kemandirian hakim menjadikannya bebas dan tidak terbebani dengan tekanan apapun. Hakim selayaknya tidak terpengaruh dari tekanan internal dan eksternal dalam mengadili perkara. Prinsip kemandirian hakim dan tidak bisa ditolak oleh siapapun.

Selanjutnya 1 2