“Saat itu saudara saya menikah, tapi kase datang alat ini dari Galela. Dan hari itu juga saya terpanggil dan bergerak, saya usahakan cari dia punya wadah sampai di Desa Wewemo dan desa lainnya,” jelasnya.
Salim pun menyisir desa-desa demi memiliki alat itu.
“Dia punya gong saya dapat di orang Jawa di SP1, nilainya Rp 5 juta satu buah gong. Terus dia punya kulit kambing saya cari sampe di Desa Daeo dan saya dapat ada tujuh (lembar) kulit kambing. Terus dia punya fiol, ampli dan alhamdulillah sudah lengkap semua,” bebernya.
Meski alat musik tide-tide ini sebelumnya belum ada di desanya, Salim tetap bertekad terus mengembangkannya.
“Karena saya lihat tradisi adat di Morotai mulai pudar dan hilang, makanya saya punya inisiatif adakan alat itu,” cetusnya.
Menurutnya, musik tide-tide adalah salah satu musik tradisional dari Galela yang sangat tradisional dan populer pada masanya.
Tinggalkan Balasan