“Sementara itu, hanya terdapat 21 sampai 36 % saja jumlah masyarakat yang mampu mengenali dan memilah informasi yang didapatkan. Hal ini tentu menjadi sebuah masalah, karena pada post truth ini para pelaku memiliki tujuan lebih dari sekadar menyebarkan berita bohong, tetapi membuat seseorang mempercayai suatu data terlepas ada atau tidaknya bukti. Lebih dari itu, post truth juga mencakup penyalahgunaan informasi fakta. Seperti penggunaan gambar tertentu untuk menjelaskan situasi yang bukan sebenarnya. Post truth ini sudah menjadi ideologi baru, di mana terjadi pertarungan global atau istilah proxy war, perang tanpa bentuk dan tanpa senjata dan tentara,” jabarnya.

Ia menegaskan, dibutuhkan kecerdasan literasi dan kemantapan hati agar mampu memfilter berita-berita media sosial dan online agar lebih selektif, dan tidak terjebak pada jejaring hoaks yang menyesatkan. Apalagi, sebagian besar hoaks mengarah pada pelumpuhan nalar dan akal sehat.

“Dan hebatnya lagi, hoaks diproduksi sekelompok orang terlatih dan mahir menggunakan media, dan secara berjamaah
berkumpul dan berjejaring melemparkan berita bohong guna kepentingan pribadi dan golongan. Kalau ini terus menerus terjadi maka kita akan menjadi bangsa yang saling berkelahi karena hoaks,” tegasnya.

Data dari Kementerian Kominfo, imbuhnya, menjelang pesta demokrasi kuantitas penyebaran hoaks semakin bertambah. Sebanyak 40 % dari hoaks yang sudah tersebar berkaitan dengan politik dan mayoritas berkaitan dengan Pemilu Serentak.

“Tahun 2018, sebanyak 1.440 laporan yang berkaitan dengan konten negatif. Terbanyak
kategori laporan adalah konten yang meresahkan atau hoaks yaitu sebanyak 733 laporan. Kita berharap mudah-mudahan dalam momen politik yang sementara tahapan sedang berjalan, tentunya dibutuhkan kearifan dan kesadaran diri kita untuk lebih mencerna dan menyaring. Karena itu sudahnya kita lebih mendorong penguatan literasi, sehingga informasi yang disajikan dan dibaca benar-
benar sebuah kebenaran dan fakta tanpa terjebak pada kesimpangsiuran dan hoaks,” tandas Jusuf.