Sudah waktunya memilih orang yang memiliki kemampuan membangun daerah dengan kebijakan memihak dan konkrit bagi tegaknya demokrasi yang bermartabat.
Sudah saatnya memilih mereka yang memiliki kekuatan pendukung good governance. Yang besar bukan karena nepotisme atau balas utang, tetapi besar karena otoritas yang dimiliki. Saatnya memilih figur yang memiliki ”kaki” di masyarakat, yang dengan itu, dia mampu membuktikan kebijakannya dengan hasil yang bijak secara sosial.
Kita semua tentu tidak ingin menjadikan pemilihan kepala daerah sebelumnya hanya melahirkan predatoris demokrasi yang hanya menyuburkan sistem patronase politik. Pemilihan Kepala Daerah 2024 harus menjadi cermin besar tumbuhnya kesadaran baru masyarakat untuk mewujudkan representasi demokrasi santun, bermakna, menyejahterakan, dan berpihak. Bukan menyengsarakan masyarakat dan daerah untuk lima tahun mendatang.
Acapkali dalam kehidupan sehari-hari, seseorang layak diberi kekuasaan untuk memimpin daerah atau orang lain. Namun kemudian oleh kekuasaannya sendiri, semua berubah dan tidak terkontrol secara ketat, sehingga berbagai sifat buruk dan rendah yang awalnya bersembunyi tiba-tiba melejit keluar secara liar. Tentang hal ini, Ignas Kleden menulis dengan tegas; “Kekuasaan pada dasarnya sebuah nafsu. Suatu eros purba yang tak tertaklukkan oleh kekuatannya sendiri” (Kleden, 2004).
Dengan demikian, suatu pemerintahan menurut Kleden (2003) hanya bisa bersikap terbuka kalau dia relatif bersih (karena pemerintahan yang tidak bersih cenderung berusaha sekuat tenaga menutupi penyelewengan yang dilakukannya), sementara untuk menjadi bersih dia harus terbuka terhadap kontrol dan kritik.
Demokrasi harusnya tidak sekadar berhenti sebagai prosedur atau membangun legitimasi kelembagaan politik semata.
Tinggalkan Balasan