Peri menegaskan bahwa hak warga sipil dijamin dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang HAM.

“Walaupun negara Indonesia menganut undang undang-undang dan HAM telah sah tercatat. Namun negara Indonesia dalam prakteknya jauh dari kata pro kemanusiaan,” tuturnya.

Lanjut dia, Undang-Undang Otsus Papua Tahun 2001 yang diberikan pemerintah pusat pun sangat jauh dari aspirasi rakyat Papua.

Otsus jilid II awal tahun 2021 yang diberikan juga tidak mewakili hati rakyat Papua tetapi dipaksakan oleh negara. Ini terbukti jelas bahwa aspirasi penolakan Otsus dan DOB sudah dibuat oleh 122 organisasi dan 718.179 suara rakyat Papua yang tergabung dalam petisi rakyat Papua. Alhasil petisi itu masih diabaikan negara.

Dalam aksi tersebut, massa PRP juga menuntut agar negara menarik personel militer organik dan non organik dari seluruh tanah Papua.

“Hentikan rasisme dan politik rasial yang dilakukan pemerintah Republik Indonesia dan TNI, Polri. Mendesak pemerintah RI memberikan akses seluas-luasnya kepada Komisi HAM PBB untuk meninjau situasi HAM secara langsung di Papua. Buka akses jurnalis asing dan nasional seluas-luasnya di West Papua. Indonesia stop etnosida 1991, ekosida 1992, genosida 1997 dan 1999 di West Papua,” pungkasnya.