Menurutnya, sampai saat ini masyarakat adat masih berpegang teguh dengan jaib kolano atas status Kolano Madoru. Hak veto yang dianggap paling sakral itu yang juga menjadi alasan dia mau kembali ke Ternate bersama kedua putra kembarnya. Selain itu, Nita mengklaim bahwa statusnya pun masih sah sebagai Wali Kolano selama kedua anak kembarnya belum baligh.
Hubungannya dengan beberapa anak dari istri lain mendiang suaminya diakui masih tetap terjalin baik, dan menganggapnya sebagai seorang ibu. Apalagi dia juga punya anak dari perkawinannya dengan Sultan Mudaffar Sjah.
Kasus pidana pemalsuan asal-usul putra kembar yang pernah menyeretnya, lanjut Nita, merupakan sebuah ujian yang telah dia lalui. Ia menyebut kasus itu sebagai kedzaliman, karena persoalan hukum adat yang dibawa ke ranah hukum positif.
Meski begitu, penilaiannya pidana yang dilaluinya itu tidak mempengaruhi hukum adat yang diyakini oleh masyarakat adat Kesultanan Ternate.
Persoalan hukum positif itu pun tidak dapat mengubah status Kolano Madoru putra kembarnya, karena mereka punya bukti kuat tentang status hak ini.
“Mereka punya video misalnya penobatan, kalau akta kelahiran misalnya ditahan untuk menghilangkan haknya Kolano Madoru, itu kan hukum negara. Artinya kita tinggal print out dari internet kan bisa juga. Kamu tahan apanya, kita bisa ambil di internet. Artinya, maunya sudah selesai lah Kolano Madoru, padahal tidak seperti itu,” cetusnya.
Tinggalkan Balasan