“Kalau nomor batch berbeda antara pertama dan kedua, berarti dosis vaksin yang diberikan tentu berbeda. Ini kesalahan pekerja medis. Karena sejauh ini belum ada penelitian yang menjelaskan soal jenis vaksin berbeda untuk disuntik pada satu orang,” sambungnya.

Kalsum pun menuntut pertanggungjawaban pihak vaksinator lantaran kelalaian ini dinilainya ada berdampak pada masa depan keluarga dan anak-anaknya.

“Ini perlu dipertegas, karena jangan sampai berdampak jangka panjang ke depan,” pungkas sarjana Kesehatan Masyarakat ini.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Tidore Kepulauan Abd Majid Do M Nur ketika dikonfirmasi mengatakan informasi itu memang benar adanya. Ia pun telah menggelar pertemuan dengan Kepala Puskesmas Soasio.

“Sampai saat ini Puskesmas Soasio juga sudah melakukan pendampingan kepada yang bersangkutan melalui dokter ahli dengan pengawasan ketat apakah ada pengaruh fisiologi atau tidak, itu sementara dilakukan. Jadi sebagai wujud rasa tanggung jawab, petugas terus melakukan pemantauan kepada yang bersangkutan,” tuturnya.

Ia menjelaskan, semua vaksin bertujuan membentuk antibodi. Namun di sisi lain, kata Abd Majid, belum ada riset yang menyatakan penyuntikan dua jenis vaksin berbeda adalah kesalahan.

Meski begitu dia mengakui yang dianjurkan WHO adalah merk vaksin yang sama ketika melakukan vaksinasi.

“Kalau vaksin pertama adalah A maka vaksin kedua juga harus menggunakan A, jangan menjadi B, harus berkesinambungan. Kalau ini memang murni sebuah kelalaian, maka sebagai atasan tentu harus mencari jalan keluarnya. Barangkali ini sebuah kekhilafan dari teman-teman medis yang bertugas di lapangan, mungkin mereka lelah,” akunya.