Ia menegaskan tak akan mengizinkan petugas Dinas Lingkungan Hidup masuk ke areal TPA sebelum lahannya dibayar lunas.
“Saya tidak izinkan karena ini (lahan, red) masih hak saya. Kalau saya yang tawarkan tanah supaya Pemda beli, boeh-boleh saja. Tapi ini Pemda yang mau beli, bukan saya yang paksa,” ujarnya.
“Sampai bayar baru saya kasih izin masuk. Malam ini saya tidur di TPA, jangan ada yang buka,” tegas Ali.
Jika Pemda sudah melunasi sisa uang Rp 115 juta, sambung Ali, ia bakal langsung resign dari pekerjaan sebagai penjaga TPA tersebut.

“Kalau sudah bayar, saya langsung bilang di Bupati saya mundur dari petugas penjaga TPA ini. Saya kecewa dengan pemerintah. Saya tunggu kasih lunas hak saya dulu baru berhenti,” imbuhnya.
“Ibu Sofia WA di saya, dia bilang jangan pakai (libatkan, red) wartawan. Saya bilang tidak mungkin hal begitu mereka tidak ikut campur, apalagi masyarakat punya kebutuhan, wartawan punya hak bikin berita,” tandas Ali.
Sementara itu, Kabag Pemerintahan Setda Pulau Morotai, Sofia Doa yang dikonfirmasi terpisah mengaku pembayaran lahan tersebut tengah diproses.
“TPA Dehegila proses SPM sudah siap, hanya saja Pak Sekda ada keluar daerah jadi belum tanda tangan. Proses uang negara tidak segampang kasih masuk kartu ATM langsung uang keluar, tapi butuh proses,” terangnya.
Sekadar diketahui, Pemda membeli lahan TPA pada tahun 2020 seluas 1 hektare lebih dengan total harga Rp 320 juta. Sejauh ini, lahan tersebut baru dibayar April 2020 sebesar Rp 95 juta dan Rp 110 juta dibayar pada bulan September 2020.
Pemilik lahan mengaku sisa pembayaran Rp 115 juta dijanjikan akan dilunasi pada bulan Maret 2021 namun hingga kini pembayaran belum dilakukan.
Tinggalkan Balasan