“Kemudian poin keenam, bila dokter Indonesia memiliki kritisi ilmiah terhadap program vaksinasi pemerintah, produk vaksinasi tertentu, ilmu kedokteran, dan ilmu vaksin, hendaknya kritisi ilmiah tersebut disampaikan dalam bentuk pertanyaan atau klarifikasi ilmiah di dalam forum ilmiah kedokteran atau kesehatan masyarakat. Dokter Indonesia dapat pula bertanya dan berdiskusi melalui forum ilmiah kedokteran atau kesehatan masyarakat tersebut kepada narasumber dokter yang paling kompeten di bidang tersebut. Seandainya di forum tersebut terdapat unsur masyarakat awam, dokter yang melakukan kritisi tersebut harus menyampaikan kritisinya tidak dalam format sebagai narasumber tunggal tanpa narasumber dokter lain yang kompeten di bidangnya sebagai pembanding. Hal ini supaya masyarakat awam mendapatkan informasi minimal dua ragam pandang (prinsip covering both sides) dan tidak menjadi obyek propaganda informasi yang asimetris,” jabar Alwia.

Sedangkan pada poin ketujuh menyatakan, dokter Indonesia yang terbukti dengan sengaja melakukan pemelintiran informasi dan terlibat aktif dalam menyebarkan kebohongan (hoaks), termasuk dalam konteks kampanye antivaksin, dapat dipertimbangkan melalui mekanisme persidangan etik di MKEK ditetapkan sekurang-kurangnya sebagai pelanggaran etik sedang.

Selain itu, Pengurus Besar IDI juga telah mengeluarkan maklumat yang mengimbau seluruh dokter ikut disuntik vaksin. Maklumat tersebut diterbitkan pada hari yang sama dengan terbitnya fatwa MKEK.

Dalam maklumat itu, poin satu menyebutkan, seluruh dokter anggota IDI diimbau mengikuti program vaksinasi Covid-19 demi terbentuknya kekebalan tubuh untuk mencegah risiko mudah terinfeksi Covid-19 sehingga dapat mengurangi angka kematian dokter.

Poin dua, agar menghentikan polemik tentang vaksinasi Covid-19 karena prosedur keilmuan tentang uji klinis dan penilaian oleh otoritas Badan POM dan MUI sudah dinyatakan aman, efektif, suci dan halal. Bagi dokter yang masih ragu dan memerlukan penjelasan ilmiah dapat menghubungi Tim Advokasi Vaksinasi Covid-19 PB IDI.

Poin tiga, agar seluruh dokter anggota IDI tetap berhati-hati dan waspada dalam menjalankan aktivitas sehari-hari khususnya dalam melaksanakan praktik kedokteran untuk senantiasa disiplin menaati protokol kesehatan dan menjalankan Pedoman Standar Perlindungan Dokter di Era Covid-19.

Poin empat, agar seluruh dokter berparitispasi membantu pelaksanaan vaksinasi di seluruh daerah di Indonesia dengan mempersiapkan diri menjadi tenaga penyuntikan vaksinasi (vaksinator).

“Maklumat itu memang seharusnya dipatuhi oleh semua dokter, termasuk di Maluku Utara. Karena kita mengikuti dan mengawal dari awal proses vaksinasi sampai pada waktu dilakukan vaksinasi. Jadi itu sudah didiskusikan, dan kemudian fatwa dari MUI serta EUA dari BPOM pun sudah keluar sehingga tidak ada lagi keraguan tentang manfaat, keamanan dan kehalalan vaksin Sinovac,” papar Alwia.

Ia bilang, sejauh ini tidak ada informasi adanya dokter di Malut yang mengajukan keberatan disuntik vaksin. Alwia berharap, semua dokter di Malut menyadari pentingnya vaksinasi sesuai bukti yang telah dikantongi dari hasil uji klinis tahap 3.

“Kami juga banyak berdiskusi di grup Satgas Covid-19 PB IDI dan saya mengimbau kepada teman-teman dokter semua untuk tidak ragu lagi karena kita harus mendengar dari para ahli uji klinis. Apalagi sudah ada EUA dari Badan POM juga,” tandasnya.