Tandaseru — Penasehat Hukum (PH) tersangka kasus pencemaran nama baik AH alias Meli melaporkan kinerja penyidik Direktorat Kriminal Khusus Polda Maluku Utara ke Divisi Propam, Selasa (20/10). Pasalnya, PH menilai langkah penyidik menetapkan tersangka kliennya janggal, sebab terduga pelaku lain dalam kasus tersebut justru dibiarkan bebas.
PH tersangka AH, Saiful Djanwar mengungkapkan, kliennya ditetapkan sebagai tersangka dengan Undang-undang ITE. AH menjadi tersangka pada 12 September 2020 setelah mengirimkan sebuah tangkap layar kepada R.
Kirim-mengirim itu kemudian menjadi persoalan ketika R meneruskan tangkapan layar tersebut pada F. F lah yang kemudian melaporkan AH ke polisi.
“Penetapan dari saksi menjadi tersangka dengan berdasarkan bukti permulaan yang cukup, sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 45 ayat (3) Undang-undang nomor 19 tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Eletronik,” kata Saiful.
Saiful menyebut, dalam Pasal 27 itu menjelaskan bahwa setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan, mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi eletronik dan/atau dokumen eletronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dapat dijerat pidana. Sedangkan dalam kasus tersebut, hanya AH yang ditetapkan sebagai tersangka dan R tidak.
“Artinya, menurut hemat kami sebagai kuasa hukum bahwa indikasi ini ada tebang pilih. Dari sisi hukumnya karena yang mentransmisikan dalam Pasal 27 ayat (3) UU Nomor 11 menjelaskan siapa yang transmisikan. Benar bahwa tersangka AH yang mentransmisikan dokumen itu kepada saksi R. Tapi kemudian R meneruskan dokumen itu kepada F,” jabarnya.
Saiful pun mempertanyakan mengapa R juga tak ikut jadi tersangka.
“Dasar itulah kami melaporkan penyidik ke Propam Polda Malut. Karena diduga penyidik ini tebang pilih dalam proses penyelidikan dan penyidikan. Yang kami laporkan ke Propam ini kenapa R tidak ditetapkan sebagai tersangka, dan hanya klien kami yang jadi tersangka?” pungkasnya.
Tinggalkan Balasan