Tandaseru — Mahalnya biaya rapid test yang harus dibayarkan sopir lintas Halmahera pengangkut logistik di Maluku Utara membuat DPD KNPI Malut angkat bicara.

Sekretaris DPD KNPI Malut M. Ardiyansyah menyatakan, para sopir harusnya diberi kemudahan dalam menjalankan tugas melayani masyarakat.

Kepada tandaseru.com Ardiyansyah bilang, para sopir lintas ini memiliki tugas mulia yakni mendistribusikan logistik untuk warga hingga ke pedalaman Halmahera. Namun pemerintah daerah justru mempersulit mereka dengan standardisasi administrasi perjalanan yang mahal.

“Sebab sekali jalan mereka harus dilengkapi hasil rapid test, dimana sekali rapid test biayanya mencapai Rp 600 ribu hingga Rp 800 ribu,” ungkapnya, Selasa (2/6).

Ardiyansyah bilang, Edaran Ketua Tim Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Nasional Nomor 5 Tahun 2020 tentang Perjalanan Orang dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19 pada bagian kriteria pengecualian poin 6 terdapat pelayanan fungsi ekonomi penting.

#DataTerbaruKasusCorona Maluku Utara Per Selasa (2/6) ini. (Tandaseru/Hariyanto Teng)

Menurut dia, pekerjaan para sopir lintas ini termasuk dalam pelayanan fungsi ekonomi penting.

“Bayangkan jika sopir tidak bisa bepergian mengantarkan logistik karena tak mampu membayar biaya rapid test, bagaimana nasib masyarakat di tingkat bawah?” katanya mempertanyakan.

Karena itu, KNPI mendesak Pemerintah Provinsi Malut dalam hal ini Gubernur Malut segera mengatasi masalah ini dengan cepat dan melakukan koordinasi dengan Pemerintah Kabupaten/Kota. Dengan begitu tidak terjadi penumpukan logistik di pelabuhan dan akan berdampak pada perputaran ekonomi daerah.

“Karena para sopir ini mengangkut kebutuhan dasar atau logistik untuk menghidupkan ekonomi masyarakat di tiap-tiap kabupaten/kota. Perjalanan mereka bukan seperti perjalanan wisatawan untuk mengunjungi tempat-tempat rekreasi,” tegasnya.

Ardiyansyah juga meminta Gubernur Abdul Gani Kasuba menyeriusi persoalan tersebut. Salah satunya dengan mengeluarkan kebijakan untuk memudahkan masyarakat Malut, terutama sopir truk pengangkut logistik untuk dapat beraktivitas sebagaimana mestinya dengan tetap menjalankan protokol Covid-19 dan tidak membebani mereka.

“Masyarakat butuh pelayanan dari pemerintah, bukan malah dipersulit. Apalagi biaya rapid test yang biayanya cukup fantastis. Harus ada pengecualian untuk mempermudah para sopir truk ini agar dapat melintas guna mendistribusikan logistik ke kabupaten/kota,” tandasnya.

Sebelumnya, ratusan sopir logistik yang tergabung dalam Asosiasi Sopir Lintas (ASLIH) Malut menggelar unjuk rasa memprotes kewajiban mengantongi hasil rapid test saat hendak melintas di sejumlah kabupaten. Protes dipicu mahalnya harga rapid test yang harus dibayar dengan uang pribadi mereka.