Tandaseru — Penyidik Tindak Pidana Korupsi Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Maluku Utara resmi melimpahkan berkas perkara tiga tersangka kasus dugaan korupsi pinjaman Pemerintah Kabupaten Halmahera Selatan ke PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) ke Kejati.
Tiga tersangka dalam kasus ini adalah AH, mantan Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Disperkim) Halsel, serta dua konsultan proyek masing-masing MMN dan MA.
Ketiganya ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan surat penetapan tertanggal 30 Juni 2025, yakni:
- AH: Surat Penetapan Nomor S Tap/02/VI/2025
- MMN: Surat Penetapan Nomor S Tap/03/VI/2025
- MA: Surat Penetapan Nomor S Tap/04/VI/2025
Direktur Reskrimsus Polda Kombes Pol Edy Wahyu Susilo mengatakan pihaknya kini tengah menunggu proses tahap selanjutnya dari kejaksaan atas berkas ketiga tersangka tersebut.
“Berkas sudah kami limpahkan, dan saat ini kami menunggu petunjuk selanjutnya dari pihak kejaksaan,” ujarnya saat dikonfirmasi,
Jumat (8/8/2025).
Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kerugian negara dalam kasus ini ditaksir mencapai Rp 4,19 miliar.
Pinjaman Pemkab Halsel ke PT SMI dilakukan pada 28 Desember 2017, ditandatangani oleh Bupati Bahrain Kasuba dan Direktur Utama PT SMI saat itu, Emma Sri Martini. Total pinjaman mencapai Rp 150 miliar dengan jangka waktu lima tahun.
Dana mulai dicairkan pada 2018 dan pembayaran dimulai tahun 2019.
Adapun dana tersebut direncanakan untuk pembangunan Pasar Tuwokona dan tiga ruas jalan di Kota Labuha. Namun, dalam proses pengajuan dan persetujuan pinjaman diduga terjadi pelanggaran terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2018 serta Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016.
Dalam regulasi tersebut ditegaskan bahwa pinjaman jangka menengah tidak boleh melewati masa jabatan kepala daerah. Sementara masa jabatan Bupati Bahrain Kasuba dan Wakil Bupati Iswan Hasim berakhir pada 21 Mei 2021.
Namun kenyataannya, kewajiban pembayaran pinjaman masih membebani APBD hingga tahun 2023, dengan sisa pinjaman tercatat sebesar Rp 118 miliar.
Kasus ini sempat menyita perhatian publik karena diduga turut melibatkan sejumlah anggota DPRD Halsel periode 2014–2019.
Sejumlah mantan anggota dewan bahkan telah dimintai keterangan oleh penyidik terkait pembahasan dan persetujuan pinjaman tersebut. Beredar pula informasi mengenai dugaan pembagian “fee” senilai Rp 3,5 miliar kepada pihak DPRD dalam proses pembahasan dan pengesahan pinjaman.
Tinggalkan Balasan