Tandaseru — Wakil Ketua Umum DPP Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi), Yoram Uang, menanggapi pernyataan akademisi Universitas Pasifik Pulau Morotai, Maluku Utara, Fandi Hi. Latief, yang menyebutnya gagal paham soal penonaktifan sementara 23 kepala desa di Morotai.

Yoram menegaskan, Apdesi sama sekali tak ingin melindungi kades yang bermasalah hukum. Namun langkah pemberhentian sementara para kades di Morotai dengan dasar temuan administrasi adalah keliru dan masih jauh dari mekanisme hukum yang berlaku di Indonesia.

“Kami berharap akademisi hadir di tengah masyarakat sebagai agen perubahan yang berani mengkritisi kebijakan yang tidak adil, termasuk cacat hukum pemberhentian kades, bukan menjadi juru bicara pemda,” ungkapnya, Selasa (17/6/2025).

“Saya sepakat bahwa korupsi adalah musuh besar semua anak bangsa. Tapi untuk membuktikan seseorang bersalah atau tidak itu adalah ranah aparat penegak hukum, bukan menghakimi para kades dengan temuan administrasi lalu diberhentikan dari jabatan yang dilegitimasi rakyat diamputasi bupati,” sambung Yoram.

Anggota DPRD Halmahera Barat itu menyatakan, langkah penonaktifan menunjukkan bupati gagal membina dan mengawasi pemerintahan desa. Sebab amanat UU jelas, pembinaan dan pengawasan melekat pada bupati melalui dinas teknis maupun camat.

“Apdesi justru mendukung jika ada kades yang terbukti secara sah menyalahgunakan Dana Desa silakan diproses secara hukum agar ada efek jera. Tetapi jika temuan administrasi menjadi dasar pemberhentian adalah keliru besar karena sidang kode etik internal pemda tidak sejalan dengan UU yang lebih tinggi,” tuturnya.

Terkait pernyataan melibatkan gubernur untuk memberi punishment kepada bupati, kata Yoram, merupakan hal yang wajar. Sebab gubernur adalah satu-satunya wakil pemerintah pusat yang punya kewenangan melakukan pembinaan, pengawasan dan koordisai serta memiliki wewenang memberi sanksi administratif terhadap bupati atau wali kota.

“Jika terjadi pelanggaran dalam penyelenggaraan pemerintah daerah maka sangat mudah jika kades merasa dirugikan bisa melapor kepada gubernur sebagai simbol pemerintah pusat yang ada di daerah, agar jangan kejauhan mengadu ke pusat. Di provinsi sudah bisa dapat solusi atas kesewenang-wenangan raja-raja kecil di daerah,” ujarnya.

“Apdesi mendukung semangat pemberantasan korupsi tapi kita junjung tinggi asas hukum praduga tak bersalah. Pastikan dulu putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap, baru main eksekusi. Sekarang DPD Apdesi Provinsi Malut sedang konsolidasi bersama tim hukum, inshaa Allah ada solusi,” pungkas Yoram.

Sahril Abdullah
Editor
Mardi Hamid
Reporter