Oleh: Asriyanto M. Marsaoly

Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Maluku Utara

________

DESA Jojame merupakan sebuah desa yang terletak di selatan Halmahera, kecamatan Bacan Barat Utara. Sebuah desa yang terletak jauh dari pusat perkotaan dan mungkin sering diasingkan oleh pemerintah daerah. Namun di balik itu semua, desa Jojame juga menyimpan kekayaan alam yang begitu melimpah seperti cengkeh, pala, kelapa dan juga tumbuh-tumbuhan seperti pisang, singkong, ubi-ubian dan tanaman lainnya.

Namun itu semua tidak dilihat oleh pemerintah daerah maupun pemerintah desa sekalipun. Padahal mayoritas masyakaat desa Jojame pekerjaannya petani yang sangat membutuhkan dukungan dan dilihat oleh pemerintah desa maupun daerah agar hasil panennya dapat terjual di pusat perkotaan.

Di balik masalah petani yang kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah desa maupun daerah, desa Jojame juga mempunyai masalah dalam infrastruktur yang tak pernah terselesaikan oleh pemerintah desa Jojame.

Dari tahun ke tahun desa Jojame tidak pernah ada perubahan dalam sektor pembangunan. Padahal masyarakat sangat menginginkan infrastruktur yang ada di desa terus meningkat dan memberikan perubahan yang signifikan, sehingga tidak tertinggal dengan desa-desa tetangga baik secara infrastruktur maupun sumber daya manusia.

Hal ini dapat menimbulkan kecurigaan masyarakat terhadap pemerintah, mungkin sudah terjadi korupsi di dalamnya. Seperti yang kita ketahui, desa Jojame dalam beberapa tahun ini belum pernah ada pembangunan dalam bentuk fisik yang dihadirkan oleh kepala desa yang terpilih. Padahal dalam UU Desa Pasal 74 ayat (1), belanja desa diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan pembangunan yang disepakati dalam musyawarah desa dan sesuai dengan prioritas pemerintah daerah kabupaten/kota, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah pusat.

Namun hal tidak terjadi di desa tercinta kami, malahan sebaliknya masyarakat mempunyai dugaan kuat terjadinya korupsi yang mencuat di desa Jojame. Hal inilah yang menjadi cerminan kegagalan pemerintah desa.

Jika benar adanya bukan sekadar pelanggaran hukum yang terjadi, tapi ia adalah bentuk paling telanjang dari pengkhianatan terhadap rakyat kecil. Dana yang seharusnya digunakan untuk membangun jalan, pagar baton, bantuan untuk petani, dan membangun tanggul agar mencegah banjir, justru diputar menjadi sumber kekayaan pribadi segelintir oknum aparat desa.

Praktik-praktik korupsi di tingkat desa sering kali tersembunyi di balik laporan administrasi yang tampak rapi. Modusnya beragam seperti pengadaan barang fiktif, proyek infrastruktur yang tidak selesai tapi sudah dibayar penuh, hingga pemotongan dana bantuan untuk warga miskin dengan alasan biaya administrasi.

Jika kita telusuri lebih jauh lagi, tidak sedikit warga desa Jojame yang merasakan langsung akibatnya, seperti yang terjadi beberapa hari lalu banjir yang mengakibatkan banyak warga mengungsi dari rumah mereka ke rumah keluarga. Perlu penulis tegaskan bahwa banjir yang terjadi di desa Jojame sudah terjadi berulang kali dan tidak ada upaya dari pemerintah desa maupun daerah untuk mencari solusi agar hal ini tidak terulang kembali.

Untuk itu, kasus di desa Jojame harus menjadi peringatan serius bagi kita semua. Bahwa pembangunan tidak cukup hanya dengan mengucurkan dana. Tanpa integritas, tanpa pengawasan, dan tanpa partisipasi aktif masyarakat, uang negara hanya akan menjadi rebutan elite lokal. Pemerintah kabupaten dan pusat harus mengevaluasi ulang mekanisme pengelolaan dana desa. Transparansi harus dijadikan standar mutlak, mulai dari pelaporan keuangan yang terbuka, publikasi program desa di tempat umum, hingga penyediaan saluran pengaduan yang aman bagi warga.

Jika kita ingin mencegah tejadinya korupsi tidak bisa hanya mengandalkan institusi formal. Masyarakat desa sendiri harus diberdayakan. Anak muda desa harus dilibatkan dalam pengawasan pembangunan. Laporan realisasi anggaran desa bisa ditampilkan secara digital agar bisa diakses semua warga.

Masyarakat desa Jojame membutuhkan pemimpin yang adil, bertanggung jawab dan yang paling penting tidak rakus hingga menyebabkan korupsi. Sebab jika hal itu terjadi, masalahnya bukan hanya kehilangan uang negara. Ia adalah penghancuran harapan warga, pemiskinan sistematis, dan penghambat pembangunan yang paling nyata.

Sebab desa adalah fondasi negara, jika desa rusak karena korupsi maka bangunan bangsa ini pun ikut rapuh. (*)