Tandaseru — Puluhan aktivis Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Pulau Morotai, Maluku Utara menggelar aksi refleksi memperingati hari Sumpah Pemuda, Rabu (28/10). Dalam aksi tersebut, LMND menyatakan sikap menolak pinjaman Pemerintah Daerah ke Pemerintah Pusat senilai Rp 200 miliar.

Koordinator Aksi Fajri Hamdja menyatakan, pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) tersebut akan melahirkan kemiskinan bagi rakyat Morotai 10 tahun ke depan. Pasalnya, APBD akan dibebani pembayaran pinjaman beserta bunga.

“Maka dari itu kita harus mengawal dan menegaskan kepada DPRD dan Pemerintah Daerah agar pinjaman itu dihentikan,” tegas Fajri yang juga Ketua LMND Morotai.

Ketua LMND Morotai Fajri Hamdja saat berorasi. (Tandaseru/Irjan)

Fajri bilang, LMND anti dengan pemerintah yang tidak pro kepada kepentingan masyarakat.

“LMND mengutuk keras dan berjuang melawan jika pemerintah tidak berpihak pada kepentingan masyarakat berdasarkan Pancasila dan UUD 1945,” serunya.

Gunawan, salah satu orator dalam orasinya menyampaikan, LMND juga konsisten mengawal penolakan Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja.

“Walaupun aksi di bawah guyuran hujan, semangat aksi refleksi peringatan Sumpah Pemuda 28 Oktober kami tetap berprinsip meminta Omnibus Law dicabut karena UU Ciptaker ini adalah undang-undang yang membinasakan rakyat,” tuturnya.

LMND juga mempertanyakan ketegasan sikap DPRD Morotai dalam menolak UU Ciptaker.

“Kita sebut Dewan Pengkhianat Rakyat. Kami juga tidak berhenti dalam perjuangan ini, untuk tetap meminta agar Omnibus Law dicabut,” sebutnya.

Senada, Hanwairo, orator lain, kembali menegaskan dan mengajak semua elemen di Pulau Morotai menolak pinjaman Rp 200 miliar.

“Menurut kajian kami, jika pinjaman Rp 200 miliar ini tetap dilakukan maka ini adalah pembodohan terhadap masyarakat Morotai, dan ini akan melahirkan satu masalah besar,” koar Hanwairo.

“Kami meminta Pemerintah Pusat agar mengawal regulasi yang ada di Pulau Morotai sehingga pemerintah daerah tidak sewenang-wenang dalam menyalahgunakan anggaran yang ada di Pulau Morotai saat ini,” ujarnya.

Pantauan tandaseru.com, aksi tersebut juga diramaikan dengan pembacaan puisi oleh Stevina berjudul “Beri Aku 10 Pemuda Maka Kuguncangkan Dunia” dan atraksi cakalele di depan Taman Kota Daruba.

Atraksi tarian cakalele dalam refleksi Sumpah Pemuda oleh LMND Morotai. (Tandaseru/Irjan)

“Tarian cakalele dan tarian sisi adalah adat Tobelo dan Galela untuk mengusir  imperialisme dari Maluku Utara khususnya di wilayah Tobelo dan Galela,” kata Stevina.

“Jika suara lantang dibungkam dan tak lagi didengarkan maka cakalele sebagai tarian canga ada sebagai alat perlawanan,” tandasnya.