Oleh: Hudan Irsyadi

________

PERINGATAN hari kemerdekaan Indonesia setiap tanggal 17 Agustus tahun berjalan selalu dengan penuh suka cita. Banyak di antara masyarakat Indonesia yang merayakan dengan pelbagai cara. Anak kecil hingga dewasa larut dalam kemeriahan. Tak lupa pula, kata refleksi menjadi semacam ritus untuk berkontemplasi. Indonesia hari ini tak ubahnya Indonesia di masa yang akan datang.

Pada perayaan hari kemerdekaan yang ke-79 tahun ini, mempunyai nilai pembeda dari tahun-tahun sebelumnya. Hal tersebut tak lain dari tema besarnya, yakni “Nusantara Baru, Indonesia Maju”. Tema ini dipilih karena bertepatan dengan tiga momen penting bagi negara Indonesia yaitu penyambutan ibu kota baru di Ibu Kota Nusantara (IKN), momen pergantian presiden, serta menuju Indonesia Emas 2045.

Setidaknya, tiga momen inilah yang menjadi nilai pembeda. Bisa dibilang, perayaan kemerdekaan tahun ini adalah untuk mengapresiasi “kerja cepat dan kerja nyata”.

Pak Presiden Jokowi. Di mana, bagi sebagian orang menganggap bahwa sosok presiden yang di awal kemunculannya mempunyai predikat raja blusukan itu telah berhasil dalam kepemimpinannya. Indikator pertumbuhan ekonomi menjadi hal yang utama guna mengukur kesejahteraan masyarakat. Pertanyaannya, apakah masyarakat Indonesia sudah mencapai derajat kesejahteraan? Sebab, kemiskinan masih menjadi tamu VIP di negara Indonesia. Kesenjangan sosial pun masih menjadi tontonan penguasa.

Di samping itu, praktik-praktik ketidakadilan dalam negara-bangsa masih dilakukan. Bahkan yang terkahir, terjadi saat kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) -penanggung jawab paskibraka nasional- Yudian Wahyudi telah mengeluarkan aturan bahwa paskibraka putri di tingkat nasional tak boleh pakai jilbab saat pengukuhan dan upacara kenegaraan tanggal 17 Agustus. Sontak, sikap tersebut mendapat cemooh atas warga Indonesia yang penduduknya mayoritas Islam.
Di sini, kita perlu meredefinisi kembali kemerdekaan. Di mana, merdeka bukan berarti kebebasan, tetapi merdeka adalah ladang korupsi, kolusi dan nepotisme. Frasa kemerdekaan Indonesia adalah milik semua ternyata hanya dinikmati oleh orang-orang yang berada di pusat kekuasaan. (*)