Oleh: Fahrizal Fesanrey

Ketua Rayon Eksakta Unamin Sorong

_______

DINAMIKA kemahasiswaan yang terus bergulir dengan pergulatan ide dan gagasan, organisasi bernama Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) tentu sudah tak asing lagi. Sebagai organisasi pergerakan dan kaderisasi yang berlandaskan spirit Ahlussunnah Waljama’ah, PMII telah berdiri pada 17 April 1960 yang diketuai oleh sang pendekar pena, Mahbub Djunaidi.

PMII merupakan salah satu diantara organisasi mahasiswa Islam lainnya, yang sangat eksis dalam menyikapi persoalan-persoalan sosial. Selain itu, dalam menciptakan kader-kader berkualitas dari kebergaman pemikiran, kiprah PMII tentu tidak dapat diragukan lagi. Seperti halnya, mencetak para pemimpin dan pemikir hebat.

Waktu demi waktu telah dilewati, terhitung dari tahun 1960-2024. PMII telah menuju usia senja, yakni 64 Tahun. Menuju usia senja, peluang dan tantangan silih berganti mewarnai dinamika organisasi ini. Termasuk salah satunya yang menjadi perhatian penulis ialah, transformasi kepemimpinan PMII dan independensi organisasi yang mulai kehilangan arah. Nilai Dasar Pergerakan (NDP) yang semestinya menjadi rujukan bagi setiap kader, tampaknya tidak berarti bagi Pengurus Besar (PB) PMII dibawah kepemiminan Muhammad Abdullah Syukri (Gus Abe) yang terpilih sejak kongres XX di Balikpapan pada 2021.

Independensi dan Sebuah Harapan

Selama menakhodai PMII untuk masa khidmat 2021-2023, nuansa pragmatisme sangat terlihat jelas. PMII yang semestinya hadir dalam ruang publik sebagai anti-tesa untuk mengontrol pemerintahan dari kesewenang-wenangan, sebagaimana peran mendasar dari seorang mahasiswa sebagai pembawa perubahan.

Hal ini justru sebaliknya, PMII telah tergerus dalam arus pragmatisme, apalagi pada saat momentum politik di tahun 2024. Sangat memberi kesan bahwa, PMII menjadi pembantu penguasa.

Nilai Dasar Pergerakan (NDP) merupakan sebuah risalah ideologis PMII, yang berisi tentang konsep dasar Al-Qur’an dan Hadist, sekiranya perlu dihayati bersama oleh seluruh kader, baik dari PB hingga Rayon. Olehnya itu, menuju kongres ke-XXI diperlukan sosok pemimpin yang visioner dan progresif untuk menentukan arah PMII sebagaimana spirit Ahlussunnah Waljama’ah. (*)