Oleh: Arafik A. Rahman
Penulis Buku Etalase Pemuda dan Literasi di Provinsi Maluku Utara
_______
LEBARAN tak sekadar euforia mengucapkan “minal aidzin walfaidzin” di Postulat-postulat Facebook, yang bisa jadi tanpa diikuti oleh hati yang tulus. Juga tak sekedar jabat tangan, tetapi esoknya bertengkar lagi, apalagi sekadar pergi liburan ke tempat-tempat wisata misalnya. Entah apa karena yang dimaknai adalah libur panjang? Ataukah momentum hura-hura?
Apalagi di Indonesia dan Maluku Utara, dalam suasana lebaran kebanyakan orang pergi ke tempat-tempat wisata. Padahal yang harus dilakukan yaitu mengunjungi sahabat kerabat dan keluarga. Juga untuk memberi bantuan kepada orang fakir, miskin dan yatim-piatu begitu perintahnya. Jangan kita samakan dengan liburan yang lainnya.
Yang beginian mesti diluruskan dalam menafsirkan liburan Idul Fitri. Sebab sejatinya, libur disaat lebaran itu tak sekedar diberikan oleh negara atau perusahaan, tetapi perintah Allah SWT agar menanggalkan urusan duniawi untuk beribadah kepadanya dalam beberapa hari yang disebut lebaran. Karena dalam konteks religiusitas, IdulFitri dimaknai sebagai hari yang sakral “peribadatan”.
Kalau hari Jum’at adalah hari raya bagi orang fakir dan miskin, maka tentu IdulFitri mengandung makna lebih dari hari Jum’at. Bahwa kurang lebih 3 hari umat muslim melaksanakan ibadah. Suatu ketika ada sahabat yang bertanya kepada Nabi Muhammad SAW, amalan apa yang paling utama, di hari raya idul Fitri?
Tinggalkan Balasan