Tandaseru — Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Provinsi Maluku Utara menyoroti sejumlah kebijakan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas yang menimbulkan polemik belakangan ini.
Di antaranya pernyataan Menag yang menganalogikan suara azan dengan gonggongan anjing, Surat Edaran (SE) Menag Nomor 05 Tahun 2022 tentang aturan pengeras suara masjid dan musala serta tata cara pakai toa masjid untuk salat Subuh, Magrib, jumatan hingga takbiran dinilai sudah melewati batas etika.
“Dalam pandangan kami, Menteri Agama sudah keluar dari koridor etik dan cenderung liar sebagai pejabat publik. Menteri Agama sepatutnya harus bersikap sebagai seorang negarawan dengan senantiasa mengakomodasi kepentingan umat Islam sebagai mayoritas di negeri ini, dan bukan hanya mengakomodasi kepentingan kelompoknya dengan mengatasnamakan Islam,” ujar Sekretaris Umum MW KAHMI Malut, Hasby Yusuf, dalam siaran persnya, Jumat (4/3).
Hasby menegaskan, masih banyak masalah bangsa dan umat yang harus diseriusi. Seperti masalah pelayanan haji dan umrah, pengelolaan dana haji, zakat dan banyak lagi persoalan yang harus diperhatikan Menag alih-alih mengurus suara toa masjid.
“Apalagi dengan sombong menganalogi suara azan dengan suara anjing, ini sudah menistakan agama juga menunjukkan Menteri Agama bukanlah seorang muslim yang baik dan juga bukan tipe seorang negarawan,” tegasnya.
KAHMI pun mendesak Presiden Joko Widodo mencopot Menag yang dinilai hanya membuat gaduh dan merusak tali persaudaraan sesama muslim serta mengoyak persatuan dan merusaki tenunan kemajemukan yang selama ini dirawat sebagai bangsa.
“Masih banyak anak bangsa yang lebih bisa menjadi Menteri Agama daripada saudara Yaqut,” tukas Hasby.
Selain itu, sambungnya, KAHMI melihat dan membaca kecenderungan perilaku para buzzer dan segelintir tokoh, bahkan institusi negara, juga seolah ikut memproduksi narasi yang menyerang Islam dengan tuduhan radikal dan teroris.
“Karena itulah, sudah saatnya Presiden Jokowi meneguhkan keberpihakannya pada kepentingan Islam dengan melawan segala bentuk narasi dan perilaku pihak yang mencoba menyudutkan Islam dan merendahkan martabat ulama di negeri ini,” paparnya.
“Kami memandang Presiden Jokowi bisa menghentikan ini semua agar kehidupan kebangsaan dan keagamaan kita normal kembali tanpa kebencian dan permusuhan. Presiden harus mengembalikan kehangatan hubungan antar warga bangsa dengan menghentikan semua buzzer dan perilaku elit dan institusi negara yang terus menarasikan islamofobia di Indonesia,” tandas Hasby.
Tinggalkan Balasan