Tandaseru — Pemerintahan Wali Kota Ternate, Maluku Utara, M. Tauhid Soleman dan Wakil Wali Kota Jasri Usman resmi memasuki 100 hari pertama. Sejumlah program yang ditargetkan diwujudkan dalam masa tersebut masih mendapat penilaian minus dari legislatif.

Ketua Komisi II DPRD Kota Ternate, Mubin A. Wahid mengungkapkan, 5 program prioritas yang disusun pasangan berjargon TULUS ini belum merata pelaksanaannya.

Merujuk pada pidato Wali Kota usai dilantik 26 April lalu, kata Mubin, ada 5 program prioritas yang akan digalakkan yakni penanganan pandemi Covid-19, kota kreatif, peningkatan UMKM, optimalisasi pengeluaran APBD, dan penanganan masalah air bersih, sampah dan drainase.

“Pertama soal penanangan Covid-19. Dilihat dari zonasi, Kota Ternate mulai dari turun dari zona merah turun ke oranye. Kalau dilihat dari skenario pemerintah kota ada dua yaitu penanganan Covid-19 oleh satgas kontrol di lapangan dan soal vaksin oleh Dinas Kesehatan. Dengan refocusing anggaran sebesar 8 persen dari anggaran DAU sebesar Rp 600 miliar, berarti ada sekitar Rp 47 miliar yang diperuntukkan bagi penanganan Covid-19. Dana itu melekat di Dinas Kesehatan sebesar Rp 23 miliar dan BPBD sebesar Rp 24 miliar. Untuk Satgas Covid-19 sudah dicairkan Rp 12 miliar, dan Dinas Kesehatan baru Rp 1,7 miliar. Kalau dilihat itu berarti belum ada capaian yang berarti, kalau dilihat dari sisi anggaran berarti tidak maksimal,” tutur Mubin, Selasa (3/8).

Menurut politikus Partai Persatuan Pembangunan ini, anggaran yang begitu besar belum sejalan dengan realiasi kerja di lapangan.

“Pemkot hanya mengatakan beres, beres, tapi tidak ada tolok ukur sama sekali,” ujarnya.

Kemudian soal pencanganan pemberdayaan UMKM, sambung Mubin, belum ada satu pun program yang dijalankan pemkot.

“Coba lihat Dinas Koperasi jalan tidak programnya? Dinas Perindagkop tahun 2021 ini apa yang sudah dijalankan? Terus yang dimaksudkan dengan peningkatan UMKM itu yang mana? Padahal di situasi pandemi Covid-19 nasib UMKM sangat urgen,” jabarnya.

Dari aspek pendapatan daerah, ucap Mubin, hingga Juli 2021 baru 40 persen pendapatan yang diterima daerah. Banyak objek-objek pendapatan yang tidak bisa digarap maksimal mulai dari retribusi pasar hingga pajak bumi dan bangunan.

“Jadi desain dari aspek pendapatan sangat tidak maksimal. Belum dari aspek belanja. Bagaimana mau buat belanja, paling belanja rutin saja yang bersifat normatif seperti gaji. Belum TTP terlambat 2 bulan. Bagaimana mau jalan kalau refocusing saja tidak pernah selesai sampai hari ini, akhirnya belanja operasional, belanja ATK di setiap kelurahan semua hampir belum selesai. Belum RT/RW belum dibayar insentifnya, TTP itu juga tidak jalan. Terus apa yang dimaksud dengan optimalisasi APBD tersebu? Nonsense, kosong, tidak ada,” tegasnya.