Tandaseru — Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen (Jamintel) Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Prof. Reda Manthovani meminta para kepala desa (kades) di Maluku Utara supaya membuat laporan pengaduan bila mengalami intimidasi atau diperas oknum jaksa nakal.
Hal itu disampaikan Reda dalam sambutannya di acara penandatanganan nota kesepahaman pengawasan dan pengawalan dana desa antara kepala daerah dengan kepala kejaksaan negeri se-Maluku Utara yang berlangsung di Pantai Wisata Sulamadaha, Kota Ternate, Rabu (3/9).
Reda menjelaskan, laporan pengaduan bisa dibuat oleh kades melalui aplikasi Jaga Desa. Aplikasi yang merupakan inovasi Kejaksaan Agung RI ini memiliki tiga kanal laporan pengaduan yang penting diketahui oleh para kades. Salah satunya, adalah laporan pengaduan khusus.
“Misalnya ada oknum kejaksaan, oknum jaksa lah, mengintimidasi kades atau meras-meras, minta-minta duit, laporin ke sini, Lapdu khusus, Kajari nggak bisa lihat pak. Langsung saya lihat dengan orang-orang kejaksaan agung,” tegas Reda.
Menurutnya, di dalam aplikasi Jaga Desa, kanal pertama yakni laporan pengaduan untuk para kades, agar dapat menginput apa saja masalahnya terutama permasalahan hukum.
Ia mencontohkan, manfaat laporan pengaduan dimaksud seperti kasus yang terjadi di Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Saat itu, para kades mengadukan persoalan penghasilan tetap (Siltap) yang sudah selama 6 bulan belum dicairkan pemerintah kabupaten setempat.
Setelah laporan itu diterima kepala kejaksaan negeri (Kajari), pihak pemda langsung dihubungi dan dipertanyakan persoalan pencairan Siltap hingga akhirnya dapat dibayarkan.
“Begitu juga kepala desa, misalnya ada pengaduan-pengaduan surat kaleng kan banyak tuh, pak kades masukan saja ke situ, ngadu ke pak kajari. Kan pengaduan itu sampai juga ke pak kajari biar nanti Kajari yang mengkroscek,” jelasnya.
Laporan kades ke aplikasi Jaga Desa, lanjut dia, setelah terinput atau diterima maka harus segera diproses oleh kasi intel kejaksaan negeri dan kemudian ditindaklanjuti kepala kejaksaan negeri.
Bilamana laporan pengaduan tersebut, belum atau tidak direspon selama 14 hari oleh kejaksaan negeri, kata Reda, kades juga bisa membuat laporan pengaduan khusus melalui kanal lapdu khusus yang ada di aplikasi Jaga Desa.
“Jikalau tadi laporan bapak-bapak (kades) tidak direspon oleh Kajari yah. Kalau pak Kajari tidak merespon 14 hari, bapak ngadu ajah ke Lapdu khusus ini,” cetusnya.
Pada kanal lainnya di aplikasi tersebut, lanjut Reda, ada juga kanal khusus untuk kepala kejaksaan negeri terhadap masalah dugaan penyelewengan dana desa. Dalam kanal lapdu khusus ini, kajari langsung berkomunikasi dengan Jamintel.
Laporan yang diterima Jamintel Kejagung, selanjutnya akan didiskusikan konstruksi hukumnya bersama kepala kejaksaan negeri untuk diambil langkah tindaklanjutnya.
“Nanti saya bilang kita diskusikan secara online nih, bisa dipulihkan yah dipulihkan, kalau masih bisa dibina, yah dibina. Kecuali kalau nggak mau dibina akhirnya saya bilang sama Kajari yah dibinasakan saja. Tapi yang utamanya dibina, pulihkan,” katanya.
Ia kembali mencontohkan, sebuah kasus penyelewengan dana desa pada salah satu desa di Jawa Timur. Pada kasus ini, kades merasa bahwa dana desa sudah seperti jatahnya dari pemerintah pusat sehingga memerintahkan bendahara desa untuk menyetor dana desa ke rekening pribadi kades.
Kasus semacam ini, bagi Reda, pembuktiannya sangat mudah diperoleh jaksa karena transaksi tercatat dalam rekening bank. Sebab itu, jika kedapatan kasus serupa, maka kades tentunya diminta untuk melakukan pengembalian dana desa.
“Diminta dikembalikan. Nggak mau malah lebih galak, yah sudah ditersangkakan. Tapi intinya saya minta kepada Kajari, ini adalah alternatif terakhir pidana itu,” tukasnya.
Tinggalkan Balasan