Tandaseru — Jaringan Aktivis Reformasi Indonesia 1998 (JARI Maju 98) mendesak Gubernur Maluku Utara Sherly Tjoanda segera mengambil langkah konkrit membebaskan 11 aktivis desa Maba Sangaji, Halmahera Timur. Para aktivis tersebut ditahan setelah menolak tambang nikel milik PT Position beroperasi di wilayah adat mereka.

Koordinator JARI Maju 98 Rahman Thoha menilai Sherly memiliki tanggung jawab moral untuk membela rakyatnya. Ia menyebut penahanan itu sebagai ujian nyata terhadap keberpihakan pemimpin daerah terhadap masyarakat adat.

“Gubernur Sherly tidak bisa tinggal diam. Dia harus ambil bagian dalam membebaskan 11 aktivis yang mempertahankan tanah ulayat dan warisan leluhur mereka,” tegas Rahman, Rabu (6/8/2025).

Menurutnya, kriminalisasi terhadap para aktivis menunjukkan kecenderungan aparat dalam menyelesaikan konflik tanah adat secara represif. Ia menegaskan, upaya pembebasan ini jauh lebih penting dari agenda politik lainnya karena menyangkut prinsip keadilan dan kelestarian lingkungan.

Rahman juga menyoroti dampak negatif aktivitas tambang terhadap lingkungan sekitar. Ia menyebut eksplorasi tambang telah mencemari sungai dan merusak ekosistem desa. Karena itu, ia yakin para aktivis tidak bersalah.

“Mereka cuma ingin menjaga hak milik leluhur. Kok bisa dianggap kriminal? Justru mereka sedang melindungi tanah dari tamu tak dikenal yang merusak,” katanya.

JARI Maju 98 berencana menggalang solidaritas nasional. Rahman menyatakan pihaknya akan menggelar konsolidasi bersama aktivis seluruh Indonesia untuk mendukung pembebasan ke-11 warga Maba Sangaji.

Ia berharap kasus ini tak menjadi preseden buruk yang mengancam ribuan wilayah adat lainnya di Maluku Utara.

Ika Fuji Rahayu
Editor
Ika Fuji Rahayu
Reporter