Tandaseru — Aksi solidaritas terhadap 11 warga adat Maba Sangaji, kabupaten Halmahera Timur, yang dikriminalisasi karena menolak aktivitas tambang PT Position terus meluas. Di Ternate, Maluku Utara, massa dari berbagai kelompok masyarakat sipil berkumpul menyuarakan satu tuntutan: bebaskan para pejuang ruang hidup tanpa syarat, Rabu (6/7/2025).

Penangkapan terhadap warga terjadi pada Minggu, 18 Mei 2025, saat 27 warga Maba Sangaji melakukan aksi protes di wilayah adat mereka.

Aksi itu bukan sekadar unjuk rasa, melainkan prosesi adat penancapan tiang bendera yang menandai klaim sakral atas hutan yang mereka jaga turun-temurun.

Namun, prosesi itu justru diakhiri dengan kekerasan. Aparat bersenjata menyerbu lokasi, menangkap warga secara paksa, dan membawa mereka ke Polda Maluku Utara.

Dari 27 orang yang ditangkap, 11 di antaranya kemudian ditetapkan sebagai tersangka. Proses hukumnya pun jauh dari kata adil. Menurut keterangan Aliansi Solidaritas 11 Masyarakat Adat Maba Sangaji Menggugat, para warga diinterogasi tanpa pendampingan hukum.

Bahkan, satu orang mengalami kekerasan fisik, sementara dua lainnya dipaksa menandatangani dokumen tanpa tahu isinya.

“Mereka juga dipaksa tes urine, tapi caranya tidak prosedural. Ini bukan penegakan hukum, ini intimidasi,” ungkap salah satu pendamping hukum yang enggan disebutkan namanya.

Aliansi menilai tindakan ini sebagai bentuk kriminalisasi terhadap hak konstitusional warga negara. Pasal 28A dan Pasal 28H UUD 1945 yang menjamin hak atas hidup dan lingkungan hidup yang baik, menurut mereka, telah dilanggar secara terang-terangan.

Saat ini, kasus 11 warga Maba Sangaji telaj memasuki tahapan persidangan di PN Soa Sio Tidore Kepulauan.

Koordinator aksi, Mujahir Sabihi, menyebut tuduhan premanisme dan pemerasan terhadap para warga hanyalah cara negara membungkam suara masyarakat adat yang mempertahankan ruang hidupnya.

“Ini adalah bentuk perlawanan negara terhadap konstitusinya sendiri. Negara lebih takut pada hilangnya investasi ketimbang hilangnya hutan, sungai, dan kehidupan masyarakat adat,” tegas Mujahir dalam orasinya di depan Kejaksaan Tinggi Maluku Utara di Kota Ternate.

Cabut Izin Tambang, Hormati Hukum Adat

Aliansi mendesak pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Position, dan menuntut agar Rancangan Undang-Undang Masyarakat Hukum Adat segera disahkan. Mereka juga meminta Kejati Maluku Utara untuk mempertimbangkan hak-hak masyarakat adat dalam proses hukum.

Tak hanya itu, aparat penegak hukum juga diminta memeriksa kerugian negara yang diduga ditimbulkan oleh PT Position, yang menurut mereka mencapai Rp 374,9 miliar.

“Kalau negara tetap bungkam, maka wajar bila rakyat mulai bertanya: siapa yang sebenarnya dilindungi oleh hukum?” tutup Mujahir.

Ika Fuji Rahayu
Editor
Ika Fuji Rahayu
Reporter