Tandaseru — Majelis Hakim Pengadilan Negeri Soasio, Kota Tidore Kepulauan, Maluku Utara, dinilai sengaja menggelar sidang dakwaan secara virtual terhadap 11 warga adat Maba Sangaji, Kabupaten Halmahera Timur, di ruang staf pelayanan tahanan Rutan Kelas IIB Soasio, Rabu (6/8).

Sidang perdana yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Asma Fandun ini menuai protes, baik dari tim penasehat hukum 11 warga adat Maba Sangaji bahkan Kepala Rutan Kelas IIB Soasio, David Lekatompessy. Sebab, sedianya sidang dilaksanakan di gedung Pengadilan Negeri Soasio.

Imbasnya, sidang terbuka secara umum yang harusnya bisa dihadiri keluarga 11 warga Adat Maba Sangaji malah sebagiannya terpaksa hanya menunggu di luar Rutan, lantaran ruangan yang terbatas.

Penasehat hukum 11 warga adat Maba Sangaji, Maharani Carolina mengatakan, pihaknya memaklumi pembatasan orang masuk ke Rutan untuk mengikuti sidang karena standar operasional prosedur (SOP) yang berlaku di Rutan.

Nah itu yang berbenturan dengan sidang terbuka untuk umum. Jadi kalau mau kasih masuk salah, tidak kasih masuk juga mereka (keluarga) punya hak untuk mengakses, menonton jalannya persidangan,” kata Maharani.

Menurut Maharani, harusnya pengadilan dalam hal ini majelis hakim memahami hal tersebut dan melaksanakan saja sidang di gedung pengadilan yang juga bisa dilaksanakan secara virtual disertai dengan penjagaan keamanan.

Anehnya lagi, kata Maharani, hakim beralasan sedang melaksanakan sidang keliling dan jaksanya pun ada di Halmahera Timur sehingga sidang dilakukan secara virtual.

Alasan mempertimbangkan jaksa yang berada di Halmahera Timur itu menurut adalah alasan yang aneh. Sebab, jaksa dalam melaksanakan tugas dibiayai oleh negara termasuk untuk sidang.

“Jadi tidak ada alasan bahwa kami sedang sidang keliling di Halmahera Timur baru jaksanya di Halmahera Timur kemudian selenggarakan sidang online. Yah kalau dia (hakim) ada sidang keliling ini yang dia tunda sidang ini baru dia gelar di hari yang pas mereka ada di sini,” tegasnya.

Ia menilai majelis hakim menganggap remeh perkara ini yang seharusnya tidak boleh berlaku demikian karena semua orang punya hak yang sama.

“Mereka (hakim) ini kami anggap sengaja, karena ternyata kami baru dapat info pemberitahuan sidang online itu baru masuk hari ini juga di Rutan bukan dari beberapa hari sebelumnya,” ungkapnya.

Sementara itu, David Lekatompessy di hadapan majelis hakim meminta agar kedepannya pada sidang lanjutan tidak lagi dilaksanakan di Rutan Kelas IIB Soasio.

“Mengapa saya bilang begitu, ini di luar ini masyarakat, orang tua, keluarga mau masuk sementara kita punya SOP. Jadi saya mohon kalau boleh sidang berikutnya di pengadilan,” pintanya.

Untuk diketahui, 11 warga adat yang menolak aktivitas PT Position di Halmahera Timur ini dijerat Pasal 2 ayat (1) UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang senjata tajam, Pasal 162 UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan karena dianggap merintangi operasi tambang berizin, serta Pasal 368 KUHP tentang pemerasan.

Ardian Sangaji
Editor
Ardian Sangaji
Reporter