Tandaseru — Ketua Komisi II DPRD Halmahera Tengah Lukman Esa mendesak Pemerintah Provinsi Maluku Utara segera melunasi tunggakan Dana Bagi Hasil (DBH) yang hingga kini belum dibayarkan kepada Pemerintah Kabupaten Halteng. Nilainya tidak main-main, yakni mencapai Rp 256,68 miliar lebih, yang merupakan akumulasi sejak tahun 2011 hingga 2024.

Lukman menegaskan, data ini bersumber dari hasil rekapitulasi resmi yang dikeluarkan Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Maluku Utara, dan telah diterima secara langsung oleh DPRD Halteng dalam kunjungan konsultasi pada 19 Juni 2025.

“Untuk DBH Halteng yang belum direalisasi oleh Pemprov Malut sebesar Rp 261,6 miliar lebih. Jumlah itu terakumulasi sejak triwulan keempat 2011, triwulan pertama dan kedua 2012, serta tahun 2021, 2023, dan 2024,” jelasnya melalui keterangan tertulis, Rabu (30/7/2025).

Menurut Lukman, Pemprov Malut sempat melakukan sebagian kecil pembayaran. Pada 7 Maret 2025, dicairkan Rp 1,46 miliar yang bersumber dari pajak rokok, lalu pada 20 Maret 2025, dilakukan transfer lanjutan sebesar Rp 5 miliar.

“Dengan begitu, sisa utang yang belum dibayar oleh Pemerintah Provinsi kepada Pemda Halteng sampai saat ini masih sangat besar, yakni Rp 256,6 miliar lebih,” ujar politikus Partai NasDem itu.

Lukman menegaskan, DBH bukanlah dana hibah atau bantuan, melainkan hak mutlak pemerintah daerah yang bersumber dari objek pajak daerah yang dipungut oleh provinsi di kabupaten/kota. Itu artinya, pemprov hanya menjalankan peran sebagai perantara pemerintah pusat.

“Jika Dana Bagi Hasil itu sudah ada di pemerintah provinsi, selanjutnya harus disalurkan kepada kabupaten/kota sebagai daerah penghasil. Itu sudah jelas diatur dalam ketentuan perundang-undangan,” ujarnya.

Ia menilai, keterlambatan pembayaran DBH ini berdampak langsung terhadap kinerja Pemerintah Kabupaten Halteng. Terutama dalam pembiayaan pelayanan publik, infrastruktur, serta program-program pembangunan daerah.

“Karena dana itu diperuntukkan untuk kepentingan rakyat dan pembangunan daerah. Tidak boleh ditunda-tunda,” tandasnya.

Lukman pun mendesak Gubernur Maluku Utara dan instansi teknis terkait segera menyelesaikan kewajiban tersebut. Ia menyebutkan, penundaan ini bukan hanya soal administrasi, melainkan bentuk pengabaian terhadap hak daerah penghasil.

Sahril Abdullah
Editor
Sahril Abdullah
Reporter