Tandaseru — Pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum (BEM FH) Universitas Muhammadiyah Maluku Utara (UMMU) Ternate periode 2024-2025 dibekukan mulai, Sabtu (7/12).

Pembekuan pengurus BEM FH UMMU ini tertuang dalam surat keputusan Dekan FH UMMU Ternate, Juhdi Taslim, Nomor: 150/A/KEP/DEKAN-FH/UMMU/XII/2024.

Dalam surat tersebut, dijelaskan pula pertimbangan pembekuan ini demi penyelesaian aksi BEK FH UMMU periode 2024-2025, dan normalisasi kegiatan akademik FH UMMU.

Menyikapi hal itu, Ketua BEM FH UMMU, Samsul Bahri Fataruba mengatakan, tindakan pembekuan BEM bukanlah solusi penyelesaian melainkan membuat masalah semakin lebih besar.

“Bagi kami adalah hal yang salah, dan tidak logis,” jelas Samsul melalui press releasenya, Sabtu (7/12).

Menurut Samsul, BEM merupakan tempat untuk mengembangkan potensi mahasiswa. Sebab itu, tindakan pembekuan sebagai langkah penghentian aspirasi mahasiswa merupakan proses pembodohan dilakukan oleh Dekan FH UMMU.

Apalagi, dasar dari pedoman pembinaan mahasiswa UMMU Ternate dalam pasal 24 ayat (2) Pengurus BEM fakultas diberhentikan karena; a). Masa baktinya sudah habis, b). Meninggal dunia, c). Atas kemauan sendiri, d). Melakukan pelanggaran terhadap peraturan yang berlaku di UMMU, e). Tidak melaksanakan tugas dengan baik sebagai pengurus, dan atau f). Tidak memenuhi persyaratan lagi sebagai pengurus.

“Kalau pembekuan BEM, berdasarkan poin d dan poin e, kira kami melanggar peraturan mana pasal berapa? dan tugas apa yang kami tidak melakukan dengan baik? Sementara tugas dan fungsi telah kami jalankan sesuai amanat pasal 38,” cetusnya.

Ia pun mempertanyakan, pelanggaran jenis apa yang telah pengurus BEM langgar, mengenai dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 12 tentang Pendidikan Tinggi dan Undangan-undangan Nomor 20 Tahun 2002 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

“Pembekuan BEM oleh Dekan FH UMMU, kami menilai tidak berdasar,” jelas dia.

Samsul menilai bahwa UMMU sengaja mempertahankan Judhi Taslim sebagai Dekan FH. Selain itu, UMMU merupakan kampus yang terdapat banyak orang membohongi diri sendiri, dan mengaku bahwa mereka adalah golongan orang-orang yang berintelektual serta bermoral.

“Ada yang berpenampilan, bertutur kata layaknya orang suci, berpenampilan dan tutur kata seperti orang suci adalah cara menutupi diri mereka. Tetapi kalau diketahui mereka adalah orang-orang yang bermental culas serta bandit, namun dengan bangganya mereka bersembunyi dibalik gelar dan jabatan mereka. Ironisnya orang-orang seperti ini malah diberi kesempatan menduduki jabatan-jabatan strategis struktur akademik,” tegas Samsul.

Samsul pun menjelaskan kronologi dari aksi protes mahasiswa yang menjadi alasan pembekuan ini.

Diceritakan, aksi itu dilakukan oleh pengurus BEM FH pada 1 November 2024. Massa aksi menyoroti persoalan salah satu mahasiswa yang berinisial M yang ikut ujian proposal hingga skripsi.

Padahal, M diketahui jarang masuk kuliah, tidak mengikuti ujian tengah semester (UTS) dan akhir semester (UAS). Bahkan selama satu semester yakni di semester IV, M tidak pernah menginjakkan kaki ke kampus.

“Toh, kenapa bisa ujian proposal, hal inilah yang membuat saya dan rekan-rekan pengurus BEM FH menemui Dekan Fakultas Hukum untuk menanyakan kejelasan tahapan proses ujian proposalnya,” jelas dia.

Langkah menemui Dekan FH Juhdi Taslim ini kata dia, tidak mendapat titik kejelasan. Sehingga dengan begitu, BEM dan sejumlah mahasiswa akhirnya membawa persoalan ini melalui aksi demostrasi yang berjilid-jilid.

Aksi demostrasi itu, massa pun dihalang pihak kepolisian, serta diintimidasi oleh intelijen bahkan preman yang diduga disewa pihak fakultas dan universitas.

Padahal, kebebasan serta kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum dijamin oleh konstitusi yang diatur dalam pasal 28E ayat (3)
UUD 1945 jo. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1998.

“Toh, kenapa kami dikekang dan diintimidasi?,” ucap dia.

Lanjut dia, pada 16 November 2024 BEM FH UMMU melakukan hearing bersama Rektor UMMU, Warek I, Warek II, Warek III, pihak Biro Akademik Kemahasiswaan (BAK) serta Dekan FH UMMU dan staf dosen.

Dalam pertemuan itu, BEM berdasarkan menunjukkan bukti hasil rekap nilai salah satu mata kuliah yakni metode penelitian hukum yang diperoleh M dengan nilai E. Mata kuliah ini menjadi salah satu persyaratan untuk ujian proposal di FH.

Hearing tersebut berlangsung alot namun tidak berujung menemui titik terang. Kemudian beberapa kali pertemuan pun dilakukan dengan sejumlah petinggi UMMU, namun pihak kampus bersikukuh bahwa M merupakan mahasiswa non reguler.

Padahal, salah satu pengurus BEM yakni Alfaki Umamit mengaku mengenai admistrasi M diketahui merupakan mahasiswa kelas reguler.

“Kesengajaan universitas mempertahankan Juhdi Taslim sebagai Dekan Fakultas Hukum, kira-kira ada hubungan apa M dengan dekan, atau karena M ini anak seorang pejabat? atau ada hubungan emosional antara M, dekan dan pihak universitas,” tegasnya lagi.

“Dengan tegas kami mengatakan bahwa jangan karena kepentingan, dekan dan M lalu universitas dan mahasiswa yang menjadi korban atas kejahatan,” tukasnya.

Ardian Sangaji
Editor
Ardian Sangaji
Reporter