Hasil dari penjualan produk-produk tersebut kemudian diputar kembali untuk membeli kebutuhan bahan baku produksinya. Produk yang dijual pun sudah memiliki label halal dari MUI.
Menurut Nani, di sekolah yang digratiskan biaya pendidikannya ini siswa-siswinya sangat antusias bila diajak belajar langsung dengan praktek.


Selain menekuni bidang pertanian dan produksi makanan, ada juga siswa yang akan dilatih perbengkelan. Beberapa siswanya dilatih perbengkelan di SLB Jailolo, Kabupaten Halmahera Barat yang memiliki alat praktikum.
Siswa juga belajar membuat sarapan atau makan siang sendiri untuk disantap bersama-sama di sekolah. Mereka pun berlatih menari, pantomim, menyanyi, dan melukis.
Selama di sekolah, siswa sudah dibiasakan menunaikan ibadah salat berjamaah, mulai dari masuk pagi dengan salat dhuha kemudian dzuhur sebelum pulang sekolah.
Awalnya, saat salat mereka diimami oleh seorang guru agama. Namun, berjalan waktu ada siswa yang belajar dan sudah bisa menjadi imam bagi teman-temannya.
“Jadi setiap aktivitas siswa kami di sini selalu kami laporkan kepada orang tua mereka melalui WhatsApp grup, supaya orang tua pun tahu apa saja yang dilakukan anak-anaknya di sekolah,” jelas Nani.
Nani mengemukakan, memang tidak mudah menjadi guru bagi siswa berkebutuhan khusus. Itu sebabnya, tidak sedikit guru yang belum berapa lama bergabung malah memilih berhenti.
Menjadi guru SLB, kata dia, tidak hanya mengandalkan kemampuan kecerdasan semata melainkan hati yang tulus serta keinginan yang kuat untuk mengabdi.
“Ada guru yang baru dan belum lama di sekolah ini minta istrahat sebentar, padahal sudah tidak balik lagi. Makanya setiap ada guru baru, saya sering ingatkan agar jangan hanya mengotori absensi saja,” kata dia.
Tinggalkan Balasan