“Sementara gratifikasi, yang dipidana hanya penerima saja. Mengapa pemberi tidak dipidana? karena konstruksi hukum dan undang-undang menginginkan demikian,” terangnya, Rabu (7/8/2024).
Greafik menyebutkan, apabila dalam fakta persidangan dapat ditemukan bahwa ternyata para pemberi gratifikasi ada unsur suapnya, maka hal itu tentu akan menjadi peristiwa berbeda, yang itu adalah peristiwa pidana.
“(Soal aliran uang miliaran rupiah dari kepala dinas ke AGK) menurut kami belum tentu seperti itu yang perlu ditemukan, apakah terdapat alat bukti mereka memberi suap. Karena kalau kita bicara suap kita bicara meeting of minds. Bahwa antara pemberi dan penerimanya apa sih meeting of minds-nya?” ujar Greafik.
Ia menambahkan, sepanjang sidang, JPU hanya membuktikan benar ada uang dari kepala dinas, termasuk Ahmad Purbaya, dan benar nilainya sekian.
“Itulah yang kami gunakan sebagai dasar untuk menyatakan bahwa alat bukti keterangan saksi Ahmad Purbaya mendukung terkait dengan dakwaan penerima gratifikasi oleh AGK,” ujarnya.
Disentil soal kemungkinan para pemberi uang diproses hukum, Greafik enggan berkomentar.
“Saya tidak bisa berkomentar,” pungkasnya.
Tinggalkan Balasan