Berpindah ke isu tematik, Kanwil DJPb Provinsi Maluku Utara mengangkat tema Analisis Perkembangan Capaian Indikator Infrastruktur Konektivitas. Pada bidang konektivitas darat, berdasarkan Open Data PUPR, persentase kemantapan jalan mengalami peningkatan pada tahun 2023, di mana jalan kota sebagian besar dalam kondisi mantap (71,63%) meskipun jalan kabupaten angka kemantapan jalannya masih di bawah 50% (46,81%).

Sementara itu, pada bidang konektivitas laut, jumlah stasiun radio pantai di Maluku Utara
sebanyak 4 unit di tahun 2022, berkurang dari kondisi tahun 2020 sejumlah 7 unit.

Tren penurunan juga terjadi pada penurunan penghabisan BBM Kapal Negara Kenavigasian yang berlayar di wilayah Maluku Utara sejak tahun 2021 hingga bernilai Rp 204,67 juta pada tahun 2023. Seiring dengan hal tersebut, terjadi pula tren penurunan pada jumlah armada kapal patroli yang turun dari 12 di tahun 2018-2021 menjadi 10 di tahun 2022.

Pada bidang konektivitas udara, terjadi penurunan tren aktivitas keberangkatan pesawat menuju Maluku Utara pada tahun 2018 hingga tahun 2021 yang diakibatkan karena pandemi Covid-19. Pada periode tersebut, pihak maskapai memutuskan untuk menurunkan tarif hingga 50% lebih untuk mencegah anjloknya daya beli masyarakat. Meskipun demikian, pada tahun 2022 aktivitas keberangkatan pesawat kembali menguat di angka 3.058 yang disebabkan pelonggaran kebijakan PSBB.

Tak lupa, pada bidang teknologi informasi dan komunikasi, Indeks pembangunan TIK Maluku Utara meningkat dari 2021 ke 2022, yaitu dari 5,03 menjadi 5,27. Dan masuk kategori sedang dengan penyumbang terbesar berasal dari subindeks keahlian (indeks 6,66).

Dari sisi akses dan infrastruktur berada pada indeks 5,36 dan yang terendah adalah indeks penggunaan TIK sebesar 4,48. Rendahnya penggunaan TIK di antaranya diindikasikan terjadi karena sebaran jaringan komunikasi data yang kurang merata. Daerah terpencil masih kesulitan mengakses internet, khususnya di wilayah Sula, Taliabu.

Berpindah ke isu lokal, terdapat fenomena kenaikan harga beras di Provinsi Maluku Utara pada awal tahun 2024. Pada kelompok makanan, minuman, dan tembakau, memberi andil inflasi sebesar 0,88 persen yang disumbang salah satunya dari komoditas beras.

Halmahera Tengah menjadi daerah dengan harga beras tertinggi, yaitu sebesar Rp 19.000/kg. Sementara itu, Pulau Taliabu menjadi daerah dengan harga beras terendah, yakni Rp 16.000/kg. Haltim sebagai lumbung padi Malut justru menjadi salah satu daerah dengan harga beras tertinggi yaitu Rp 18.000/kg.

Ditengarai kenaikan harga beras disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya berupa penurunan produksi beras pada awal tahun 2024 terkait musim tanam yang mundur akibat fenomena El Nino, ketergantungan Maluku Utara terhadap pasokan beras dari luar daerah masih tinggi, khususnya dari Jawa dan Manado diiringi dengan kenaikan komponen biaya transportasi, serta tingginya permintaan beras pada akhir tahun 2023 dan awal tahun 2024, namun tidak diiringi persediaan yang memadai akibat penurunan produksi beras di daerah pemasok.

Sebagai simpulan, Tunas Agung menyampaikan bahwa secara umum, kinerja perekonomian Maluku Utara kembali tumbuh kuat pada kuartal IV 2023 seiring dengan neraca perdagangan yang mampu mempertahankan tren surplus hingga akhir tahun 2023 dan berlanjut pada Februari 2024 dengan inflasi yang mengalami deselerasi dibandingkan dengan Januari 2024.