Oleh: Arman Buton

Alumni HMI Cabang Ternate

_______

KATA sihir berasal dari bahasa Arab, “sahara-yasharu-sihran” yang berarti “tipu daya dan pesona”. Dalam ensiklopedia Islam disebutkan, kata sihir dipergunakan untuk meyebut jampi-jampi dan tangkal-tangkal. Benda-benda dan bacaan khusus itu dipergunakan untuk melakukan tindakan tercela atau aksi kejahatan secara umum.

Sihir tidak selalu bermakna magis. Sihir bisa bekerja dalam pola apa saja, termasuk dengan maksud mempengaruhi massa.

Aktivitas sihir menyihir adalah proses mempengaruhi objek dengan cara ilutif, rasionalisasi, dan akal akalan, sehingga objek yang dijamah terhipnotis menuruti apa yang diinginkan si penyihir.

Dalam politik, politik sihir dapat dimaknai sebagai keutuhan strategi taktik dan siasat busuk dari para aktor politik (yang sesungguhnya buta politik) sebagai satu sugesti.

Politik sihir mengutak-atik wilayah kesadaran masyarat yang lemah, memanipulasi imajinasi palsu dalam alam kesadaran mereka. Politik sihir diawali oleh aktor yang bertopeng di balik kesucian, atas nama demokrasi mereka jadikan mantra—saya sangat demokratis, sebagai upaya menuntun masyarakat lemah bermimpi dalam alam imajinasi belaka.

Aktor utama politik sihir adalah orang-orang atau politisi, caleg yang berkepentigan merebut posisi politik dan para mentor politik masing-masing yang berperan sebagai pendesain siasat.

Banyak alasan lahirnya politik sihir, di antaranya, aktor politik atau para caleg yang dekat dengan elite kerap kali mengunakan sistem kekuasaan sebagai senjata untuk meneror siapa saja yang mencoba menghalangi keinginan mereka. Selanjutnya politik indentitas, atas nama suku, ras, etnis kelompok, marga dan desa, politik indentitas dijadikan alat mengkerdilkan kelompok minoritas. Yang lain adalah politik uang, calag yang memiliki modal, atau peran para pemodal (kapitalis) pasti menggunakan uang sebagai kekuatan dalam mengobrak-abrik kedaulatan rakyat.