Bagi Mahathir, pikiran soal akhirat terus menerus terbukti buat orang Melayu bodoh.
“Kita justru dilemahkan dengan cara pikir ustaz. Kita kalah bersaing kuasai dunia,” terang dia.
Diskusi tampilkan Dr. Mahathir Mohamad dan Prof. Datuk Dr Teo Kok Seong. Dipandu moderator Fazli Mohammad. Mereka ulas perkembangan orang Melayu di Malaysia.
________________
Apa yang diungkap Mahathir di atas, tentu dimaksudkan sebagai otokritik buat orang Melayu di mana beliau sendiri adalah sosok sekaligus tokoh hebat yang getol memperjuangkan harkat orang Melayu sejak lama. Dan apa yang disinyalirnya bisa seperti fakta, apa yang kita lihat dan rasakan saat ini. Tapi mungkin tak ada hubungannya dengan mentalitas orang Melayu di Rempang, yang saat ini sedang dililit masalah.
Tanggapan atas berita tadi menjadi diskusi yang menarik di WAG ini. Ada teman yang mengutip Ibnu Athaillah tentang dua tipe manusia: pertama, manusia yang berusaha untuk kepentingan dirinya dan dunia, dia tercela. Kedua manusia berusaha untuk dirinya dan akhirat, dia terpuji.
Senior Moksen tadi, yang kerap kami menyapanya dengan bang Ochen, melanjutkan tanggapannya yang saya kutip [dengan sedikit menyesuaikan bahasanya]: Benar, kebanyakan ustaz kita ini ceritanya pribadi Nabi begitu-begitu saja jadi bikin bosan. Hammadaaan. [ungkapan bermakna sinis]. Padahal pribadi Nabi itu adalah ibarat samudera luas tak bertepi dan tak berdasar. Pagi tadi abang ada baca Fethullah Güllen, salah satu tokoh yang juga dituduh bersekongkol menjatuhkan Erdogan, presiden Turkey (dia sekarang bermukim di San Fransisco), dalam sub Bab “The Ethos Generated by the Messenger”. Dia menulis: “It is difficult for us to understanding Prophet Muhammad fully. As we tend to compartmentalize the universe, life, and humanity itself, we have unitary vision. However, Prophet Muhammad perfectly combined a philosopher’s intellect, a commander valor, a scientist’s genius, a sage’s wisdom, a statesman’s insight and administrative ability, a Sufi master’s spiritual profundity, and a scholar’s knowledge in his own person.” (M. Fethullah Gülen, _Muhammad the Messenger of God, An Analysis of the Prophet’s Life, New Jersey : Tughra Books, 2009, hal. 300).
Jadi yang Mahathir bilang, ya ustaz-ustaz yang model begitu, berbusa-busa. Saya tidak termasuk kelompok itu. Mahathir sindir mereka. Mungkin beliau bilang, kalian ini sudah keterlaluan [disertai emoji sedang tertawa].
_______________
Saya menimpalinya dengan mengutip sebuah postingan di Facebook dengan maksud guyon bahwa jika setiap hadits hanya diterjemahkan secara tekstual dan tidak dengan qias, bagaimana memahami ungkapan surga di bawah telapak kaki ibu.
Tinggalkan Balasan