Tandaseru — Praktisi hukum Maluku Utara Mirjan Marsaoly meminta aparat penegak hukum menelusuri sejumlah pria yang diduga meminta “jatah preman” dari pedagang di sekitar gedung Duafa Center.

Menurutnya apa yang dilakukan orang-orang tersebut merupakan tindakan melawan hukum yang diatur dalam Pasal 12 huruf E Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasalnya, pungli termasuk tindakan korupsi dan dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang harus diberantas.

“Petugas tersebut harus diperjelas terkait dengan status diri mereka apakah bertindak atas diri sendiri ataukah atas suruhan dari oknum petugas Pemkot Ternate ataukah dari mana. Biar pedagang yang menggunakan fasilitas area Duafa Center bisa mengetahui tindakan mereka resmi ataukah tidak,” kata Mirjan, Selasa (26/9).

Ia memaparkan, tindakan pungutan yang dilakukan pihak yang mengaku sebagai petugas keamanan tersebut sifatnya tidak jelas. Sementara koordinator keamanan sendiri telah mengakui menagih Rp 300 ribu per bulan dari tiap pedagang.

“Mereka ini ditugaskan instansi mana, tidak jelas. Karena ketidakjelasan itulah pedagang yang menggunakan area lokasi Duafa Center menjadi tidak nyaman,” paparnya.

“Selain itu, mereka datang meminta uang partisipasi untuk kegiatan dan uang rokok, hal ini tentu membuat para pedagang merasa terganggu. Sebab mereka tidak merasa nyaman dalam menjalankan aktivitasnya di area Duafa Center yang merupakan milik Pemerintah Kota Ternate,” imbuh Mirjan.