Menurutnya, pada sisi kinerja APBN Regional Maluku Utara, per 30 Juni 2023, pendapatan negara tercatat sebesar Rp 1,95 triliun (57,25% dari target) dan tumbuh 54,81% (yoy). Pertumbuhan pada komponen pendapatan salah satunya disebabkan karena peningkatan yang signifikan pada penerimaan pajak.
Sementara itu, belanja negara terealisasi sebesar Rp 7,42 triliun (43,74% dari pagu) dan tumbuh 12,99% (yoy) yang didominasi oleh kenaikan belanja barang pada beberapa K/L. Dengan demikian, terjadi defisit sebesar Rp 5,47 triliun.
Dikatakan pada sisi kinerja APBD Regional Maluku Utara, per 30 Juni 2023, pendapatan daerah tercatat sebesar Rp 3,93 triliun (25,21% dari target) dan turun 19,62% (yoy). Penurunan ini disebabkan karena turunnya realisasi pada seluruh komponen pendapatan. Sementara itu, belanja negara terealisasi sebesar Rp 3,63 triliun (22,75% dari pagu) dan turun 9,43% (yoy) yang juga disebabkan karena menurunnya seluruh komponen belanja daerah. Dengan demikian, terjadi surplus sebesar Rp 295,07 miliar.
Untuk penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan pembiayaan Ultra Mikro (UMi), hingga akhir triwulan II tahun 2023, KUR telah tersalurkan sebesar Rp 251,27 miliar kepada 3.847 debitur. Sementara pembiayaan UMi telah tersalurkan sebesar Rp 1,7 miliar untuk 409 debitur.
Dalam rangka pengembangan ekonomi daerah yang melibatkan sektor unggulan dan sektor potensial, sektor industri pengolahan menjadi sektor unggulan di Maluku Utara. Hal ini sejalan dengan besaran kontribusinya terhadap perekonomian di Maluku Utara. Terdapat beberapa potensi pengembangan sektor industri pengolahan, nilai dari pengolahan bijih nikel dan emas, pengolahan hasil bumi seperti buah pala, kayu, dan kakao, hingga pengolahan hasil laut seperti ikan yang diolah menjadi ikan kalengan. Sementara itu, sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan menjadi sektor potensial yang perlu dikembangkan seiring dengan jumlah tenaga kerjanya yang paling banyak di Maluku Utara.
“Banyak potensi pengembangan sektor pertanian, misalnya cengkeh, durian, pala, ikan laut maupun budidaya, hingga lobster. Dalam perkembangannya, kedua sektor tersebut dapat saling memberikan support, khususnya dalam memanfaatkan momentum pertumbuhan pada sektor industri pengolahan agar dapat menarik sektor-sektor lainnya, seperti sektor pertanian,” katanya.
Berlanjut ke analisis tematik terkait dengan salah satu pilar utama Undang-Undang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, yaitu kemandirian fiskal daerah dan penguatan local taxing power. Diketahui bahwa rasio ketergantungan fiskal di wilayah Maluku Utara masih sangat tinggi, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota dengan rasio rata-rata di atas 80%. Selanjutnya, dalam perkembangannya, local tax ratio di Maluku Utara tren penurunan, seiring dengan angka pertumbuhan dalam PDRB yang melesat terlalu tajam yang tidak sebanding dengan pertumbuhan PAD yang relatif kecil.
Tinggalkan Balasan