Dari sisi Lapangan Usaha, deselerasi dipengaruhi oleh perlambatan pada sektor industri pengolahan serta pertambangan dan penggalian. Secara umum, kedua faktor tersebut dipengaruhi oleh realisasi pembangunan smelter pada tahun 2023 diperkirakan tidak sebanyak tahun 2022.

“Tekanan inflasi Maluku Utara pada tahun 2023 diproyeksikan akan berada di batas atas sasaran target inflasi nasional pada rentang 3% ± 1 % (yoy). Inflasi tahunan Maluku Utara pada tahun 2023 diperkirakan akan mengalami peningkatan sejalan meningkatnya permintaan masyarakat khususnya pada periode menjelang dan saat HBKN, yaitu Idul Fitri 1443 H serta Natal dan Tahun Baru 2023,” sambungnya.

Kemudian, lanjut Eko, kondisi anomali cuaca dapat menyebabkan peningkatan curah hujan dan tinggi gelombang laut sehingga terjadi penurunan produktivitas hasil panen petani, hasil tangkap ikan nelayan, serta hambatan
dalam mobilitas kapal sebagai moda transportasi utama distribusi bahan di Maluku Utara.

“Hal ini menyebabkan ketersediaan pasokan di masyarakat menjadi terbatas dan mendorong peningkatan harga,” tandasnya.

Sementara itu, Kepala Kanwil DJPb Provinsi Maluku Utara Tunas Agung Jiwa Brata mengungkapkan pada sisi fiskal, dalam rangka pengendalian inflasi di Maluku Utara, terdapat alokasi anggaran sebesar Rp 546,2 miliar yang terbesar pada beberapa kementerian/lembaga (K/L).

Di antaranya pada Kementerian Pertanian sebesar Rp 6 miliar untuk mewujudkan ketahanan pangan dan pengembangan kawasan pertanian, Kementerian Perhubungan sebesar Rp 113,93 miliar dalam rangka pengembangan layanan transportasi, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sebesar Rp 423,48 miliar dalam rangka pengembangan sarana dan prasarana jalan dan jaringan irigasi, Kementerian Kelautan sebesar Rp 677,96 juta untuk pengelolaan pelabuhan perikanan, serta pada Badan Pusat Statistik sebesar Rp 2,1 miliar dalam rangka penyediaan dan pengembangan statistik harga.

“Dari sisi indikator kesejahteraan, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Maluku Utara masih menggunakan data tahun 2022, yaitu sebesar 69,47, lebih rendah dari nasional. Indikator kesejahteraan lainnya seperti Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) per Februari 2023 tercatat sebesar 4,60%, Tingkat Kemiskinan per Maret 2023 sebesar 6,46%, Rasio Gini per Maret 2023 sebesar 0,300, Nilai Tukar Petani (NTP) Juni 2023 tercatat sebesar 103,79, dan Nilai Tukar Nelayan (NTN) yang diambil dari Nilai Tukar Nelayan dan Pembudidaya Ikan sebesar 106,18. Dari keenam capaian indikator kesejahteraan, hanya IPM dan NTP yang berada di bawah angka nasional,” jelasnya.