Relasi Kekuasaan dengan Kepentingan Investor
Sagea dan Rempang adalah korban dari kepentingan pemerintah dan investor. Demi investasi, keduanya harus selalu sejalan. Ada hubungan politik yang saling menguntungkan. Memang sudah menjadi rahasia umum, setiap investor rela mengakomodasi semua kepentingan pribadi para pejabat daerah hingga pusat.
Secara politik kita boleh saja menduga, bahwa prinsip utama politik pemerintah bukanlah untuk memenuhi hak-hak rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi, melainkan menjadi budak yang berbakti kepada kapitalis. Apapun kepentingan investor tidak secara otomatis disetop hanya karena terjadi gejolak dan pertentengan luar biasa dari rakyat. Dalam kasus Rempang maupun kasus serupa di Indonesia telah membuktikan itu, misalnya pemerintah melalui Menko PMK, Muhadjir Effendy, mengatakan saat ini tidak mudah mendapat investor sehingga proyek harus tetap berjalan (Tvone.com, 2023).
Mengkonfirmasi pernyataan di atas, pemerintah telah menjadi agen politik yang mencoba untuk melanggengkan kepentingan investor tanpa menyeimbangkannya dengan kepentingan rakyat, sehingga sudah otomatis pemerintah mendorong proyek investasi harus tetap berlanjut. Akan tetapi, dampaknya nanti akan memicu ketidakpastian dalam pertumbuhan ekonomi yang adil dan berkelanjutan.
Karena itu, relasi kekuasaan dan investor memang bersifat kolusi, hubungan mereka justru lebih pada konteks personal ketimbang hubungan informal melalui jalur kelembagaan negara, atau bisa saja hubungan informal dipersonalisasi demi kepentingan masing-masing.
Kritik saya adalah penguasa sekarang lebih sulit memandang masa depan rakyat karena demi kelangsungan hidup dan kepentingan politik mereka. Akibatnya, telah membatasi kemampuan mereka berkomitmen secara kredibel untuk jangka panjang.
Sebagai penutup, saya mengutip ucapan Joel Bakan dalam bukunya “The Corporation, The Pathological Pursuit of Profit and Power (2005).” Ucapannya pernah menjadi sajian penutup tulisan saya berjudul “Maluku Utara; Lumbung Investasi dan Kejahatan Korporasi (2023), bahwa korporasi adalah psikopat, tanggung jawab sosial adalah ilegal, dan dapat memanipulasi siapapun, termasuk memanipulasi pemerintah. (*)
Tinggalkan Balasan