“Saya dapat uang bonus Rp 40 juta dan diterima oleh Presiden Soeharto di Bina Graha”. Berjabat tangan langsung dengan Presiden selalu dikenang Dani sebagai sesuatu yang membanggakan. Di Ternate, sukses Dani dirayakan dengan bahagia oleh keluarga. Rizal – bungsu dari lima bersaudara bercerita jika jaket kontingen Indonesia punya kakaknya dipakai dengan bangga kemana-mana. Dani adalah idola. Meski sering “memberontak” di rumah dan hoby tawuran di jalanan, kakaknya adalah tipikal orang yang bertanggungjawab. Ia jadi pelindung yang memberi rasa nyaman.
“Pernah sekali saya kehilangan dompet di daerah blok M saat ikut Persiter main di Jakarta, para preman di situ berkerumun. Mereka tanya ini-itu dengan wajah sangar. Namun begitu tahu saya adiknya Hamdani, para preman itu langsung membantu hingga dompet ditemukan meski isinya sudah tak ada” cerita Rizal tentang kakaknya. Dani masa itu memang punya nama besar. Ia disegani kawan dan lawan. Meski begitu, Ia tak pernah bersikap sombong. Dani punya banyak sekali teman.
Derek Paat, rekan tinju Dani yang kini mejadi pelayan Tuhan di Tobelo menilai Dani adalah sosok yang setia kawan. Ia gemar menolong saat temannya susah. “Orangnya agak cuek dan keras tetapi hatinya sangat lembut”. Pertemanan Dani dan Derek hingga kini terus terjaga. Mereka kadang saling bertukar kabar. Derek di mata Dani adalah rekan seperjuangan yang selalu jadi penengah. Derek juga kerap hadir saat Dani menemui masalah karena temperamennya yang keras.
Berbekal juara Sea Games, Dani masih mengikuti beberapa turnamen level amatir. Juara Nasional kelas terbang sebanyak empat kali ini baru beralih ke dunia tinju profesional pada tahun 1998. Selama dua tahun Ia tampil di beberapa kejuaraan seperti PABA di Thailand, Intercontinental Cup di Australia dan sempat mentas dalam partai tambahan tinju profesional di New York, Amerika. Selepas itu, Dani memilih kembali ke Ternate saat Gubernur Thaib Armaiyn memanggilnya pulang. Ia dijanjikan sebuah sasana dan diminta melatih anak-anak muda Ternate namun keinginan itu tak pernah terwujud.
Lima tahun di Ternate, Dani nyaris tak punya kerjaan. Adalah Walikota Ternate saat itu, Syamsir Andili yang memintanya jadi sopir pribadi saat kontestasi Pilwako tahun 2005. Sopir dinas tak boleh terlibat karena pegawai dilarang berpolitik praktis. Syamsir kembali terpilih jadi Walikota. Dani kemudian diminta jadi pegawai honor di Dinas Perhubungan. Tak lama kemudian Ia lulus tes dan diangkat sebagai pegawai negeri sipil.
Ketika kami bertemu sambil makan bakso di sebuah sore yang basah oleh rinai hujan di bilangan Salero Ternate, ayah empat anak buah perkawinan dengan Switlana Assor ini mengungkapkan mimpinya yang belum kesampaian. Ia ingin punya sasana tinju yang melatih anak-anak. Dani sama seperti kebanyakan orang yang merindukan kembalinya kejayaan tinju di bumi Moloku Kie Raha. Dulu kita punya kakak beradik Willem dan Albert Papilaya, Rico Maspaitella, Derek Paat, Noce Lukman, Roby Rahangmetan dan Mudafar Dano.
Tinggalkan Balasan