Untuk melawan politisasi agama dan pencegahan dini terjadinya konflik, para narasumber menyampaikan dalam materinya bahwa harus mengingatkan pemahaman agama kepada masing-masing pemeluk agama dengan baik. Butuh kolaborasi dengan semua pihak, pemerintah daerah, tokoh agama (lintas agama), adat, tokoh masyarakat, lembaga pendidikan, LSM, ormas, dalam upaya saling melakukan pencegahan kepada potensi konflik yang akan terjadi.
Kemudian harus mengajarkan kembali kecerdasan dari leluhur yang menjadi pegangan penting yang mengelola kebaikan baik itu secara individu maupun sosial kemasyarakatan. Jangan terlalu mempercayai isu-isu yang kita sendiri belum tahu akar permasalahannya.
Sementara Direktur Institute Buku Suba Kota Ternate Sukarno M Adam saat ditemui tandaseru.com usai kegiatan menyampaikan, harus dilihat dari pemahaman dan kesadaran masyarakat terkait dengan toleransi, kerukunan dan keharmonisan baik itu menyangkut dengan organisasi.
Menurut Sukarno, pemerintah tidak bisa lepas tangan, tetapi mencoba membangun satu sistem yang kuat untuk mengantisipasi atau melakukan mitigasi terhadap konflik yang akan terjadi.
“Penanganan konflik paham keagamaan yang dibuat dalam workshop kerja sama lintas agama ini merupakan sebuah mitigasi atau pencegahan dini menyangkut dengan konflik baik itu dalam bentuk keagamaan maupun identitas lainnya,” tuturnya.
Bagi Buku Suba Institute, di depan nanti akan ada hajatan demokrasi yang begitu besar. Olehnya itu program ini dilakukan bermitra dengan Kementerian Agama RI dalam lingkup Bimas Islam.
Tinggalkan Balasan