Dari situ, lanjut Busranto, ia kemudian melakukan konfirmasi langsung ke pihak rumah sakit, baik kepada pihak manajemen RSUD, dokter yang menangani persalinan maupun petugas medis yang bertugas membuat administrasi berupa surat keterangan kelahiran.
“Petugas mengaku bahwa itu semua atas kehendak URA yang sengaja tidak mau memberikan nama ayah dari si anak yang lahir, bahkan sesuai pengakuan salah satu petugas medis yang membuat surat keterangan kelahiran tersebut mengakui telah meminta sebanyak dua kali, namun sampai surat ditandatangani dan disahkan dengan stempel RSUD, dia tidak memberikan nama saya selaku ayah biologis dari anak yang baru dilahirkan,” jelasnya.
“Bahkan URA melaporkan saya ke Diskrimum Polda Malut bahwa tidak menafkahi keluarga, itu yang disesalkan,” sambungnya.
Penasihat Hukum Busranto, Hendra Do Anas, perbuatan URA sangat merugikan anak, karena identitas dan data diri anak menjadi tidak jelas asal-usulnya, yakni tidak memiliki ayah bila ditinjau dari aspek administratif-formil.
Oleh karena pentingnya surat keterangan kelahiran sebagai dokumen awal yang menunjukkan identitas seseorang, kata Hendra, maka hal ini dapat merugikan diri si anak di kemudian hari, mulai dari saat surat keterangan kelahiran dari rumah sakit ini menjadi data sumber utama dalam pembuatan akta kelahirannya, hak waris dari ayah, hak asuh dari seorang ayah, dan hak-hak lainnya dari sosok seorang ayah.
Tinggalkan Balasan