Aku sudah terlalu jauh melamun pada ingatan-ingatan di lapak buku tanpa menghiraukan lagi nyanyian Alysa, kini ia singgah ke Budayawan Tenas Effendi dalam Tunjuk Ajar Melayu menulis: Adat hidup memegang adat, tahu menjaga tanah ulayat. Berumah tidak merusak tanah. Adat hidup memegang amanah, tahu menjaga hutan dan tanah. Berladang tidak merusak tanah. Apa tanda hidup beriman, tahu menjaga kampung halaman. Siapa merusak hutan dan tanah, akalnya bengkok hati serakah. Tanah orang tidak berakal, hutan dirambah tanah dijual.

tuan tanah berebut tanah
negara-negara ingin merampas tanah sesungguhnya kita memperebutkan kampung halaman
bukankah semua akan kembali ke tanah
sudah beribu abad kita berlagak dalam kaca hampa
tertimbun tanah juga kita akhirnya.

Mari kita timbus api dalam diri
dengan tanah-tanah
diri kita sendiri.

Sepotong sajak yang singah, bertajuk Kita dalam Tak Malu Kita Jadi Melayu, yang mengajak kita menelusuri kronologis peristiwa sejarah, kelukaan dunia, marwah, keberadaan manusia (eksistensi), pengkhianatan, perlawanan dan pada akhirnya ia meyadarkanku sebuah hujan yang baru saja redah sore itu.

”Ingat sumpah kalian! Jangan makan sumpah. Bertumpah darah satu, tanah air jangan jadi tuan tanah, rakus kepada tanah air.!”  Sebelum pulang Alysa menitip pesan di pendalaman hutan itu bersama bidadari yang kembali riang, entah darimana teduhnnya tadi.

Rumah belajar pendalaman, 16 Agustus 2022. (*)