“Bunda Baperjakat”
Secara institusional istri kepala daerah di Indonesia memiliki peran strategis karena memimpin sebuah organisasi kemasyarakatan yang dikenal dengan sebutan PKK atau Pembinaan Kesejahteraan Keluarga. Betapa strategisnya organisasi ini sehingga ketuanya merupakan jabatan eks officio atau jabatan yang melekat pada istri kepala daerah, bahkan Ketua PKK juga dilantik bersamaan dengan kepala daerah.

Organisasi yang dikenal dengan 10 program pokoknya memiliki perangkat organisasi dari pusat sampai desa dan kelurahan di mana basis keanggotannya didominasi kaum hawa. Jika diamati dari jumlah keanggotannya boleh jadi jumlah anggota PKK jauh lebih banyak dari anggota parpol. Kerap anggota PKK pun tidak luput dimanfaatkan kepala daerah termasuk parpol sebagai lumbung suara jelang pilkada dan pileg.

Dengan visi memberdayakan keluarga untuk meningkatkan kesejahteraan menuju terwujudnya keluarga yang beriman, bertakwa dan berakhlak mulia, berbudi luhur sehat sejahtera lahir dan batin, tugas dan tanggung jawab seorang Ketua PKK bukanlah tugas ringan. Ketua PKK meskipun jabatan eks officio untuk menggerakkan dan menerjemahkan 10 program ke dalam kegiatan yang bersentuhan dengan upaya peningkatan kesejahteran keluarga seorang Ketua PKK harus memiliki kapasitas dan kecerdasan yang mumpuni.

Sebagai Ketua PKK istri kepala daerah juga menyandang beragam predikit “bunda”. Masyarakat mengenal Bunda PAUD sebuah lembaga yang memberikan pelayanan pendidikan kepada anak usia dini di mana perempuan sebagai penggerak utama sehingga istri kepala daerah menyandang predikit tersebut karena memiliki akses untuk menggerakkan pendidikan anak usia dini. Ada juga Bunda Literasi di mana istri kepala daerah diharapkan menjadi motor dan motivator untuk mempercepat budaya membaca di kalangan masyarakat terutama generasi muda dan anak anak termasuk kaum wanita. Terakhir Bunda Genre atau Bunda Generasi Berencana. Predikat ini berkaitan dengan peran istri kepala daerah dalam upaya membentuk generasi muda yang mampu mempersiapkan perencanaan masa depan sekaligus penurunan stunting.

Jika Bunda PAUD, Literasi dan Genre adalah predikat formal, dikukuhkaan secara serimonial, punya program dan basis institusional, “Bunda Baperjakat” hanya sebatas peran istri kepala daerah tak ubahnya seperti Ketua Baperjakat. Padahal Baperjakat adalah badan yang berfungsi memberi pertimbangan administratif maupun teknis kepada kepala daerah dalam hal pengangkatan pejabat pemerintah. Peran Baperjakat semakin tereduksi dan lebih bersifat administratif seiring dengan penerapan mekanisme seleksi terbuka atau “lelang” bagi pejabat tinggi pratama, belum lagi hadirnya Baperjakat bayangan atau Bunda Baperjakat.
Kedudukannya sebagai istri kepala daerah sangat memberi ruang bagi Bunda Baperjakat melalukan interaksi dan komunikasi tanpa batas. Bahkan dengan kedekatan emosional karena hubungan perkawinan tidak mustahil hal yang rasional bisa menjadi irasional.

Kondisi ini dimanfatkan pemburu, jabatan maupun proyek menjadikan Bunda Baperjakat sebagai pintu masuk yang efektif melakukan transaksi bawah meja untuk mempengaruhi keputusan kepala daerah. AGK jujur mengungkapkan fenomena ini dan bagi kepala daerah maupun pejabat publik lain, kelakar AGK patut menjadi pelajaran untuk mengendalikan intervensi pihak yang tidak berkompeten agar terhindar dari petaka di akhir masa tugas. (*)