Jawabnya, untuk menggembirakan hati manusia. Memberi makanlah yang lapar, membantu lah yang menderita, meringankan kesedihan yang berduka dan menghilangkan kesalahan yang terluka (memaafkan). Selebihnya bisa dipandang sebagai kemenangan atas ketaatan iman dalam melaksanakan ibadah puasa sebulan penuh, mendirikan shalat, melawan hawa nafsu, berbuat amalan dan menunaikan Zakat fitrah dan Mal.
Kesemuanya tak lain untuk kembali kepada kefitrahan manusia, sesuai dengan pesan Al Qur-an surat Ar Ruum ayat 30. Allah SWT, berfirman “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah, tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu”.
Disisi lain, secara historik idul Fitri adalah Hari yang heroik dan monumental bagi umat Islam atas kemenangan Perang Badar kala itu. Sebab, Rasulullah saw dan umat Islam pertama kali menggelar perayaan hari raya Idul Fitri, usai memenangkan perang Badar tepatnya pada tahun kedua Hijriyah (624 M). Perayaan itu, berlangsung dengan penuh hikmat dan suka cita. Baca, buku yang berjudul “How Did the Prophet & His Companions Celebrate Eid?”.
Karena itu, perayaan Idul Fitri mempunyai makna dan spirit tersendiri. Berbeda dari perayaan budaya, festival wisata, city partai, traveling, dancing dan sebagainya. Mungkin bagi wisatawan asing, hari raya adalah kesempatan untuk menikmati keramaian, party-party, bahkan ada sebagian orang yang tenggelam dalam kesenangan duniawi dan hanyut bersama maksiat. Namun bagi Islam tidak sedemikian itu!
Tinggalkan Balasan