Di kota yang tumbuh makin genit, orang-orang datang berebut hidup. Saling berdesakan. Semuanya berubah. Banyak hal tetiba jadi usang dan ditinggal oleh waktu yang kian lekas. Tapi perempuan di atas panggung itu tak berubah. Ia konsisten menjalani hidup di antara lengkingan vokalnya yang kadang serak basah dan dentuman bass yang merayu. “Bermusik adalah pilihan hidup saya” katanya saat kami bertemu di rumahnya yang asri di bilangan Kampung Makassar Ternate.

Namanya Wahyuni Nachrawy. Lahir di Ternate 17 Agustus 1965. Orang ramai mengenalnya dengan nama yang lebih pendek – Nini. Nama yang jadi markahnya sebagai penyanyi. Karir musiknya sebagai penyanyi maupun pemain bass terentang nyaris setengah abad lamanya. Ia pertama kali bernyanyi kala duduk di SD kelas tiga. Darah seni mengalir dari kedua orang tuanya. Papanya Ismail Nachrawy adalah seniman yang juga aktifis pergerakan. Darah nasionalisme sangat kental di keluarga ini. Sejarawan Maluku Utara, Syaiful Bahri Ruray menyebut Ismail adalah putera bungsu KH Hamim Nachrawy. Kakek dari Nini ini adalah pewaris “Geger Cilegon”.

Dalam disertasi doktoral di Leiden University tahun 1967, Prof. Sartono Kartodiharjo menuliskan dua tokoh yang menggerakan pemberontakan petani Banten menentang Belanda pada tahun 1888 ; KH Arsyad Thawil yang dibuang Belanda ke Manado dan KH Hamim yang diasingkan ke Ternate. Kakak tertua Ismail bernama Arsyad Nachrawy adalah seorang anggota TNI. Sedangkan kakak lainnya bernama Rasyid Nachrawy berkarir sebagai jaksa dan pernah jadi Ketua DPR GR Kabupaten Maluku Utara saat Musyawarah Besar Rakyat (Mubesra) bergemuruh menuntun pemekaran provinsi Maluku Utara tahun 1967.

Nini Nachrawy saat manggung. (Istimewa)

“Papa suka sekali menyanyikan lagu jazz” kenang Nini tentang papanya – seorang politisi yang konsisten berjuang untuk rakyat saat jadi anggota DPRD Kabupaten Maluku Utara dari PPP. Kegemaran bermusik pula yang menautkan cinta Ismail pada Ina Petrana – puteri tertua dari tokoh pergerakan kemerdekaan, Abdullah Muthalib Petrana. AM Petrana yang pernah saya tuliskan kisahnya adalah kepala kampung Leter A1 yang membawahi Kampung Makassar dan juga ketua organisasi Muhammadiyah pertama di Ternate. Ina sendiri penyanyi keroncong ternama di era 50an hingga 60an.

Dari pernikahan mereka, lahirlah tujuh anak yang diberi nama Indra Jati, Syahrul, Wahyudi, Haryati, Ermina, Nini dan si bungsu Nurlilah. Dua putera dan lima puteri. Akhir tahun 1978, Ismail membeli seperangkat alat musik lengkap. Anak-anaknya mulai ikutan bermain alat-alat itu. Syahrul menggebuk drum. Wahyudi dan Ermina memetik senar gitar. Jemari Haryati lincah menekan tuts keyboard. Siapa vokalisnya? Nini yang terpilih meski masih duduk di bangku SMP. “Karena suara saya tipis, papa menyuruh saya merokok. Rokok kretek bermerk golbon”.