Ilyas menjelaskan, jika berbicara tentang masyarakat adat Kesultanan Ternate atau bala kusu se kano-kano maka konteksnya ada pada heku 12 soa dan cim 11 soa sebagai pilar utama.
Untuk itu, dia mempertanyakan apakah Kesultanan Ternate versi Sultan Hidayatullah Sjah memiliki dukungan dari seluruh masyarakat adat tersebut.
“Kalau mereka tidak memiliki itu jangan mereka berbicara tentang kesultanan, mereka cuma konteks tinggal di kadaton, bukan kesultanan. Nah itu yang dipercaya oleh masyarakat adat sehingga jangan membawa-bawa nama kesultanan,” terang dia.
Ia juga menepis pernyataan perangkat adat Kimalaha Marsaoly versi Sultan Hidayatullah Sjah, yakni Akbal Puram yang menyatakan gelar Boki (Permaisuri) tak lagi layak disandang Nita Budhi Susanti termasuk gelar Wali Kolano yang dinilai melanggar hukum.
Ilyas mencontohkan sejarah Boki Nukila, salah seorang permaisuri Sultan Ternate di masa lampau juga pernah menyandang gelar tersebut, meski setelah Sultan mangkat dan Nukila pun telah menikah lagi.
“Boki Ratu Nita itu nama yang sudah melekat sejak mendiang Sultan mengeluarkan surat wasiat. Karena surat wasiat itu berdasarkan Jaib Kolano, dan Jaib Kolano itu petunjuk gaib, sehingga nama itu secara otomatis melekat pada diri Boki walaupun sudah kawin tetap Boki Ratu itu melekat sama dengan Boki Nukila,” jelas dia.
Tinggalkan Balasan