Pengelolaan sampah itu, selain soal perubahan perilaku warga, pelayanan Pemerintah Kota Ternate dengan pendekatan teknologi, juga sampah dapat dijadikan sumber daya, yang pada akhirnya melahirkan kota yang minim sampah tetapi sekaligus dapat memutar roda ekonomi (sirkuler) agar sampah dapat memberi manfaat ekonomi, yang ini justru jauh lebih mendasar. Konsep ini tidak ditemukan dalam pengelolaan sampah di Kota Ternate.
Untuk itu, Pemerintah Kota Ternate melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) setidaknya perlu memiliki Peta Jalan Pengurangan Sampah, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri LHK No. 75/2019. Syukur-syukur bila sudah ada. Peta jalan pengurangan sampah ini menjadi penting karena masing-masing pihak diatur pengurangan sampah hingga sekian persen. Bagaimana mengatur produsen yang harus mengurangi penggunaan limbah plastik, aluminium, gelas, dan kertas. Secara sosiologis, peran pemungut sampah yang acap kali kita remehkan, justru dari mereka-lah kita harus belajar bagaimana memilah dan mengurangi sampah. Pemungut sampah secara fungsional merupakan aktor yang mengurangi sampah.
Penggunaan sampah plastik pada bahan makanan di Kota Ternate juga sangat massif dan mengkhawatirkan. Sampah limbah makanan (food waste) misalnya yang terbuang, boleh saja belum pernah dihitung berapa persen. Data yang kerap kita temukan adalah timbulan sampah di Kota Ternate yang dalam sehari, sebulan, atau bahkan setahun sekian ratus ton, tetapi masyarakat tidak pernah diberikan data dan informasi, berapa persentase dalam sehari, sebulan, dan bahkan setahun pihak DLH Kota Ternate telah melakukan pengurangan sampah, atau sampah telah dikelola, atau sampah tidak dapat dikelola, atau mungkin berapa sampah dapat ditangani. Data-data ini juga tidak pernah bersuara di media. Padahal, secara global, data sampah itu dapat dibaca.
Data dari sistem pengelolaan sampah secara nasional, misalnya, pada 9 Juni 2021 memperlihatkan bahwa timbunan sampah secara global pada tahun 2020 sebesar 67,8 juta ton/tahun. Yang dapat dikelola 52,95 persen (35,9 juta ton/tahun), dan yang tidak dapat dikelola 47,05 persen (31,9 juta ton/tahun) volumenya dapat dikurangi dan 37,14 persen (25,2 juta ton/tahun) bisa ditangani (Prisma, Vol. 40, No. 3, 2021, hal. 117).
Tinggalkan Balasan