Tandaseru — Angka kekerasan di Provinsi Maluku Utara tahun ini tergolong masih tinggi. Hal ini diungkapkan Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Malut Musyrifah Alhadar, Kamis (17/11).
“Di tahun 2022 sendiri agak meningkat dari 2021 tapi kami berpikir positif saja bahwa dengan adanya sosialisasi, edukasi maupun desiminasi yang kami laksanakan membuka wawasan untuk masyarakat dalam melakukan pelaporan jadi data Simfoni yang tadi itu merupakan data yang terlapor,” kata Musyrifah usai dialog cegah kekerasan terhadap perempuan di kampus bersama Pusat Studi Wanita (PSW) Universitas Khairun, Ditreskrimum Polda, Himpsi, dan Talas Center.
“Sudah ada keberanian masyarakat kita yang menjadi korban untuk melakukan pelaporan sehingga bisa kita lihat bahwa kasus itu bisa meningkat keberanian dari korban sudah melapor, yang paling tinggi di Kota Ternate,” tambahnya.
Ia bilang, upaya yang dilakukan pemerintah sendiri yakni mengeluarkan beberapa regulasi pro terhadap perempuan dan anak.
“Upaya pemerintah meminimalisir kekerasan terjadi, kami selalu lakukan sosialisasi, edukasi terkait dengan kekerasan perempuan dan kemudian kami juga sudah membentuk kelompok-kelompok partisipasi perlindungan anak yang berbasis masyarakat seluruh kelurahan dan desa se-Provinsi Maluku Utara untuk masing-masing menjaga lingkungannya. Tinggal bagaimana kesadaran masyarakat untuk bisa melihat bahwa kekerasan itu efeknya sangat buruk,” jelasnya.
Tinggalkan Balasan