Oleh: Grissa Majid
Warga Negara Biasa
_______
HARAPAN rakyat Indonesia jelas, yakni menghendaki kekuasaan yang mengedepankan kepentingan bangsa sendiri dan bermartabat di mata bangsa-bangsa lain. Namun, dengan momentum pemilu 2024, akankah masalah-masalah vital di Indonesia akan tertangani seperti pengentasan kemiskinan, penyetopan perusakan lingkungan, pemberantasan korupsi, dan revitalisasi hak asasi setiap warga negara?
Kekuasaan Berganti
Kita hendak pergi ke fase baru, lalu tiba di sana sembari berharap supaya semua nalar kekuasaan hidup dan aktif. Kekuasaan baru itu hadir di setiap tingkatan, dari pusat hingga daerah. Harapan lainnya, soal pamer keistimewaan yang semakin melemahkan standar demokrasi yang sehat segera berhenti. Kebodohan, kemiskinan, dan kematian nalar kritis warga negara segera berkurang agar bangsa ini bisa mencapai kebahagiaan hakiki.
Sejauh ini kita masih dikoyak oleh isu-isu kemiskinan, HAM, dan sejumlah persoalan lain di beberapa institusi yang kian tersorot. Mulai masalah di lingkaran kepolisian, mutasi jabatan, pencaplokan kekuasaan yudikatif, dll. Deretan praktik kekuasaan esek-esek ini memang tidak mudah dipulihkan walau datang kekuasaan berganti. Kekuasan ini timbul dengan gaya bermacam-macam, ada yang hanya sembunyi untuk mencicip, ada tertangkap tangan karena terlalu jauh terlena, ada yang bahkan dicopot jabatannya karena terlalu rakus.
Namun di balik semua itu, ada satu fakta yang masih mengkhawatirkan, yaitu menggeliatnya kekuatan oligarki yang terus menyusup dalam ruang politik hari-hari ini. Semua orang yang hendak berkuasa sangat menggandrungi untuk berada dalam lingkaran ini. Walau nanti negara hancur, terpenting modal untuk meraih kekuasaan tidak jadi mundur. Lebih menyenangkan lagi, kalau kekuasan itu diraih melalui mekanisme pemilihan, maka uang adalah basis untuk mempengaruhi mayoritas pemilih.
Buktinya, dalam tubuh kekuasaan legislatif, setidaknya dari 500 anggota DPR, terdapat 262 pebisnis. Bagaimana tidak, dalam wilayah partai politik, nyaris semua pucuk pimpinan tertingginya adalah pebisnis. Data yang dirilis Tempo.id ini menyebut, sekitar dua pertiga kekayaan orang terkaya di Indonesia bersumber dari sektor kroni. Sektor ini bersarang dalam kekuasaan, bisnis menjadi tidak sehat, perputaran ekonomi menguntungkan segelintir orang, skema kekuasaan dipetakan dengan kekuatan modal kapital. Akibatnya, posisi Indonesia dalam konteks ini berada dalam kondisi memburuk.
Tinggalkan Balasan