Ia pun mengaku sempat mendengar protes massa aksi yang menyoal perihal manajemen keuangan perusahaan. Baginya, masalah tersebut terkait dengan upayanya menertibkan arus keluar masuk keuangan perusahaan dari tunai menjadi non tunai lewat bank.

Pengurusan keuangan secara tunai yang selama ini berlaku di PAM Ake Gaale, menurut dia, harus diperbaiki demi tertibnya pengelolaan keuangan perusahaan.

Ngoni (kalian) bisa bayangkan gak, duit ini dulu banyak masuk keluar juga banyak tanpa ada yang proteksi. Begitu torang lakukan perbaikan, ribut tadi,” timpalnya.

“Jadi semua transaksi sudah non tunai lewat bank dan tidak pernah menghambat, mau minta uang muka dikasih. Yang jadi problem kenapa dia tidak mau perubahan itu,” tambahnya.

Kemudian terkait rumah dinas, lanjut dia, sekitar 220 orang yang tinggal selama ini di rumah dinas tidak boleh beranggapan bahwa rumah dinas bisa ditempati selama-lamanya. Olehnya itu, bagi yang sudah tidak bertugas sudah pasti harus meninggalkan aset perusahaan tersebut.

Fungsi rumah dinas sendiri, sekaligus sebagai tempat jaga pompa air milik PAM Ake Gaale.

“Harus aturannya dorang yang tinggal di situ yang jaga pompa di situ, orang yang sudah tidak jaga pompa, yang mohon maaf dulu kalau dorang dekat deng pejabat yang sebelumnya maka dorang tempati itu. Torang kasih tertib. Bikin jadi kantor dan itu sudah didiskusikan semua,” timpalnya.

Selain itu, terkait rencana kenaikan iuran air. Baginya kebijakan ini sudah dibahas melibatkan karyawan, bahkan, karyawan yang berunjuk rasa juga ikut terlibat langsung di dalam rapat penyesuaian iuran baru.